Minggu, 27 November 2011

Teori-Teori dalam PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

"Apa yang dimaksud dengan kepribadian???". Ini merupakan sebuah pertanyaan mudah namun menuntut sebuah jawaban yang panjang lebar. Kepribadian (personality=bahasa Inggris) berasal dari bahasa Yunani kuno prosopon atau persona, yang artinya 'topeng' yang biasa dipakai artis dalam theater. Para artis itu bertingkah laku sesuai dengan ekspresi topeng yang dipakainya, seolah-olah topeng itu mewakili ciri kepribadian tertentu. Jadi konsep awal pengertian personality (pada masyarakat awam) adalah tingkah laku yang ditampakkan ke lingkungan sosial- kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial.
Ada beberapa kata atau istilah yang oleh masyarakat diperlakukan sebagai sinonim kata personality, namun ketika istilah-istilah itu dipakai di dalam teori kepribadian diberi makna berbeda-beda. Istilah yang berdekatan maknanya antara lain:
1. Personality (kepribadian); penggambaran perilaku secara deskriptif tanpa memberi nilai (devaluative)
2. Character (karakter); penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara ekspilit maupun implisit.
3. Disposition (watak); karakter yang telah dimiliki dan sampai sekarang belum berubah.
4. Temperament (temperament); kepribadian yang berkaitan erat dengan determinan biologic atau fisiologik, disposisi hereditas.
5. Traits (sifat); respons yang senada (sama) terhadap kelompok stimuli yang mirip, berlangsung dalam kurun waktu yang (relatif) lama.
6. Type-Attribute (ciri): mirip dengan sifat, namun dalam kelompok stimulasi yang lebih terbatas.
7. Habit (kebiasaan): respon yang sama cenderung berulang untuk stimulus yang sama pula.
Sampai sekarang, masih belum ada batasan formal personality yang mendapat pengakuan atau kesepakatan luas dilingkungan ahli kepribadian. Masing-masing pakar kepribadian membuat definisi sendiri-sendiri sesuai dengan paradigma yang mereka yakini dan fokus analisis dari teori yang mereka kembangkan. Berikut adalah beberapa contoh definisi kepribadian:
1. Kepribadian adalah nilai sebagai stimulus sosial, kemampuan menampilkan diri secara mengesankan (Hilgard & Marquis)
2. Kepribadian adalah kehidupan seseorang secara keseluruhan, individual, unik, usaha mencapai tujuan, kemampuannya bertahan dan membuka diri, kemampuan memperoleh pengalaman (Stern)
3. Kepribadian adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisiologik seorang yang menentukan model penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya (Allport)
4. Kepribadian adalah pola trait-trait yang unik dari seseorang (Guilford)
5. Kepribadian adalah seluruh karakteristik seseorang atau sifat umum banyak orang yang mengakibatkan pola yang menetap dalam merespon suatu situasi (Pervin)
6. Kepribadian adalah seperangkat karakteristik dan kecenderungan yang stabil, yang menentukan keumuman dan perbedaan tingkah laku psikologik (berpikir, merasa, dan gerakan) dari seseorang dalam waktu yang panjang dan tidak dapat dipahami secara sederhana sebagai hasil dari tekanan sosial dan tekanan biologic saat itu (Mandy atau Burt)
7. Kepribadian adalah suatu lembaga yang mengatur organ tubuh, yang sejak lahir sampai mati tidak pernah berhenti terlibat dalam pengubahan kegiatan fungsional (Murray)
8. Kepribadian adalah pola khas dari fikiran, perasaan, dan tingkah laku yang membedakan orang satu dengan yang lain dan tidak berubah lintas waktu dan situasi (Phares)
Jelas, masing-masing definisi mencoba menonjolkan aspek yang berbeda-beda, dan disusun untuk menjawab tantangan permasalahan yang berbeda. Lebih menguntungkan memahami beberapa teori dan memilih teori yang tepat untuk diterapkan pada masalah yang tepat, disamping tetap memakai teori-teori yang lain sebagai pembanding sehingga keputusan profesional yang diambil seorang psikologi dapat lebih dipertanggung jawabkan. Namun sesungguhnya dari berbagai definisi itu, ada lima persamaan yang menjadi ciri bahwa definisi itu adalah definisi kepribadian, sebagai berikut :
1. Kepribadian bersifat umum; Kepribadian menunjuk kepada sifat umum seseorang-fikiran, kegiatan, dan perasaan- yang berpengaruh terhadap keseluruhan tingkah lakunya.
2. Kepribadian bersifat khas: Kepribadian dipakai untuk menjelaskan sifat individu yang membedakan dia dengan orang lain, semacam tanda tangan atau sidik jari psikologik, bagaimana individu berbeda dengan yang lain.
3. Kepribadian berjangka lama: Kepribadian dipakai untuk menggambarkan sifat individu yang awet, tidak mudah berubah sepanjang hayat. Kalaku terjadi perubahan biasanya bersifat bertahap atau akibat merespon suatu kejadian yang luar biasa.
4. Kepribadian bersifat kesatuan: Kepribadian dipakai untuk memandang diri sebagai unit tunggal, struktur atau organisasi internal hipotetik yang membentuk suatu kesatuan.
5. Kepribadian bisa berfungsi baik atau buruk: Kepribadian adalah cara bagaimana orang berada di dunia. Apakah dia tampil dalam tampilan yang baik, kepribadiannya sehat dan kuat? Atau tampil sebagai burung yang lumpuh? Yang berarti kepribadiannya menyimpang atau lemah? Ciri kepribadian sering dipakai untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa orang senang dan mengapa susah, berhasil atau gagal, berfungsi penuh atau berfungsi sekedarnya.

Beberapa teori dalam psikologi kepribadian 
Psikoanalisis Klasik (SIGMUD FREUD 1856-1939)
Struktur Kepribadian
Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (Conscious), pra sadar (Preconscious), dan tidak sadar (Unconscious). Alam sadar adalah apa yang anda sadari pada saat tertentu, penginderaan langsung, ingatan, persepsi, pemikiran, fantasy, perasaan yang anda miliki. Terkait erat dengan alam sadar ini adalah apa yang dinamakan Freud dengan alam pra sadar, yaitu apa yang kita sebut dengan saat ini dengan 'kenangan yang sudah tersedia' (available memory), yaitu segala sesuatu yang dengan mudah dapat di panggil ke alam sadar, kenangan-kenangan yang walakupun tidak anda ingat waktu berpikir, tapi dapat mudah dengan mudah dipanggil lagi. Adapun bagian terbesar adalah alam bawah sadar (Unconscious mind). Bagian ini mencakup segala sesuatu yang sangat sulit dibawa ke alam bawah sadar, seperti nafsu dan insting kita serta segala sesuatu yang masuk ke situ karena kita tidak mampu menjangkaunya, seperti kenangan atau emosi-emosi yang terkait dengan trauma.
Id (Is [Latin], atau es [Jerman]) Id adalah kepribadian yang dibawa sejak lahir. Dari Id ini akan muncul ego dan super-ego. Saat dilahirkan, Id berisi semua aspek psikologis yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drive. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious, mewakili subyektifitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan enerji psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.
Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu : berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id, kenikmatan adalah keadaan yang relatif inaktif atau tingkat energi yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan energi yang mendambakan kepuasan. pleasure principle diproses dengan du acara, tindak refleks (refllex actions) dan proses primer (primary process). Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejabkan mata-dipakai untuk menangani kepuasan rangsang sederhana dan biasanya dapat segera dilakukan. Proses primer adalah reaksi membayangkan/ mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan-dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau punting ibunya.
Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah, tidak tahu moral. Jadi harus dikembangkan jalan memperoleh khayalan itu secara nyata, yang memberikan kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah moral. Alasan ini lah yang kemudian membuat Id memunculkan ego.
The Ego (Das Ich [Jerman]), ego berkembang dari Id agar orang mampu menangani realitas; sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle); usaha memperoleh kepuasan yang dituntut Id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan obyek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan.
Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama; pertama, memilih stimulasi mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan Id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan perkembangan-mencapai-kesempurnaan dari superego. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan Id, karena itu ego yang tidak memiliki enerji sendiri untuk akan memperoleh enerji dari Id.
The Superego (Das Ueber Ich[Jerman]), adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistic (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dari ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego dia tidak mempunyai enerji sendiri. Sama dengan ego, superego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego, dia tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan Id) sehingga kebutuhan kesempurnaan yang dijangkaunya tidak realistik (Id tidak realistik dalam memperjuangkan kenikmatan).
Prinsip idealistic mempunyai dua subprinsip, yakni conscience dan ego-ideal. Superego pada hakekatnya merupakan elemen yang mewakili nilai-nilai orang tua atau interpretasi orang tua menangani standart sosial, yang diajarkan kepada anak melalui berbagai larangan dan perintah. Apapun tingkah laku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima menjadi suara hati (conscience), yang berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan. Apapun yang disetujui, dihadiahi dan dipuji orang tua akan diterima menjadi standar kesempurnaan atau ego idea, yang berisi apa saja yang seharusnya dilakukan. Proses pengembangan konsensia dan ego ideal, yang berarti menerima standar salah dan benar itu disebut introyeksi (introjection). Sesudah menjadi introyeksi, kontrol pribadi akan mengganti kontrol orang tua.
Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Paling tidak ada 3 fungsi dari superego; (1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistic, (2) memerintah impuls Id, terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan dengan standart nilai masyarakat, dan (3) mengejar kesempurnaan.
Perkembangan Kepribadian
Freud adalah teoritis pertama yang memusatkan perhatiannya kepada kepribadian, dan menekankan pentingnya peran masa bayi dan awal-awal dalam pembetukan karakter seseorang. Freud yakin dasar kepribadian sudah terbentuk pada usia 5 tahun, dan perkembangan kepribadian sesudah usia 5 tahun sebagian besar hanya merupakan elaborasi dari struktur dasar tadi. Tehnik psikoanalisis mengeksplorasi jiwa pasien antara lain dengan mengembalikan mereka ke pengalaman masa kanak-kanak.
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap infantile (0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap infantile yang paling menentukan dalam pembentukan kepribadian, terbagi dalam tiga fase, yakni fase oral, fase anal, fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan terutama oleh perkembangan seks, yang terkait dengan perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut juga tahap seksual infantile. Perkembangan insting seks berarti perubahan katektis seks, dan perkembangan biologis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilih menjadi pusat kepuasan seksual. Pemberian nama fase-fase perkembangan infantile sesuai dengan bagian tubuh-daerah arogan-yang menjadi kateksis seksual pada fase itu. Tahap perkembangan psikoseksual itu adalah :
Þ Fase Oral berlangsung dari usia 0 sampai 18 bulan. Titik kenikmatan terletak pada mulut, dimana aktifitas yang paling utama adalah menghisap dan menggigit.
Þ Tahap Anal yang berlangsung dari usia 18 bulan sampai 3-4 tahun. Titik kenikmatan di tahap ini adalah anus. Memegang dan melepaskan sesuatu adalah aktifitas yang paling dinikmati.
Þ Tahap Phallic berlangsung antara usia 3 sampai 5, 6 atau 7 tahun. Titik kenikmatan di tahap ini adalah alat kelamin, sementara aktivitas paling nikmatnya adalah masturbasi.
Þ Tahap Laten berlangsung dari usia 5, 6, atau 7 sampai usia pubertas ( sekitar 12 tahun ). Dalam tahap ini, Freud yakin bahwa rangsangan-rangsangan seksual ditekan sedemikian rupa demi proses belajar
Þ Tahap Genital dimulai pada saat usia pubertas, ketika dorongan seksual sangat jelas terlihat pada diri remaja, khususnya yang tertuju pada kenikmatan hubungan seksual. Mastrubasi, seks, oral, homo seksual dan kecenderungan-kecenderungan seksual yang kita anggap biasa saat ini, tidak dianggap Freud sebagai seksualitas yang normal.

Psikologi Individual (ALFRED ADLER 1870-1937)
Struktur Kepribadian
Manusia adalah mahluk sosial. Bahwa manusia merupakan suatu keseluruhan yang tidak dapat terbagi-bagi, tampaknya sudah jelas bagi kita. Hal ini merupakan arti pertama dari ucapan "manusia adalah mahluk individual ". Mahluk individual berarti mahluk yang tidak dapat dibagi-bagi (in-dividere).
Aristoteles seakan-akan berpendapat bahwa manusia itu merupakan penjumlahan dari beberapa kemampuan tertentu yang masing-masing bekerja sendiri, seperti kemampuan vegetatif: makan, berkembang biak; kemampuan sensitif: bergerak mengamati-amati, bernafsu, dan berperasaan; berkemampuan intelektif: berkemampuan dan berkecerdasan.
Segi utama lainnya yang perlu diperhatikan adalah bahwa manusia secara hakiki merupakan mahluk sosial. Sejak ia dilahirkan, ia membutuhkan pergaulan dengan orang-orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya, yaitu makan, minuman, dan lain-lain.
Manusia, selain mahluk individual yang sebenarnya tidak perlu lagi dibuktikan kebenarannya, sekaligus juga merupakan mahluk sosial. Hal ini pun sebenarnya tidak perlu dibuktikan. Disamping itu manusia merupakan mahluk yang bertuhanan. Hal terakhir juga tidak perlu dibuktikan lagi, sebab bagi manusia terutama Indonesia yang sudah dewasa dan sadar akan dirinya sudah jelas sulit menolak adanya kepercayaan terhadap Tuhan, sebagai segi hakiki dalam perikehidupan manusia dan segi khas bagi manusia pada umumnya.
Adler yakin bahwa individu memulai hidup dengan kelemahan fisik yang mengaktifkan perasaan interior, perasaan yang menggerakkan orang untuk bergerak atau berjuang menjadi superioritas atau menjadi sukses. Individu yang secara psikologis kurang sehat berjuang untuk menjadi pribadi superior, dan individu yang sehat termotivasi untuk mensukseskan umat manusia.
Pokok-Pokok Teori Adler
1. Individualitas sebagai pokok persoalan
Adler memberi tekanan kepada pentingnya sifat khas (unik) kepribadian, yaitu individualitas, kebetulan serta sifat-sifat pribadi manusia. Menurut Adler tiap orang adalah suatu kongfigurasi motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas; tiap tindak yang dilakukan oleh seseorang membawakan corak yang khas gaya kehidupannya yang bersifat individual.
2. Pandangan Teleologis: Finalisme Semu
Vaihinger mengemukakan, bahwa setiap manusia hidup dengan berbagai macam cita-cita atau pikiran yang semata-mata bersifat semu, yang tidak ada buktinya atau pasangannya yang realitas.
3. Dua Dorongan Pokok
Di dalam diri manusia terdapat dua dorongan pokok, yang mendorong serta melatarbelakangi segala tingkah lakunya, yaitu :
a) Dorongan kemasyarakatan yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada masyarakat; dan
b) Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada aku sendiri.
4. Rasa Rendah Diri dan Kompensasi
Adler berpendapat, bahwa rasa rendah diri itu bukanlah suatu pertanda ketidak normalan; melainkan justru merupakan pendorong bagi segala perbaikan dalam kehidupan manusia. Tentu saja dapat juga rasa rendah diri itu berlebihan sehingga manifestasinya juga tidak normal, misalnya timbulnya kompleks rendah diri atau kompleks untuk superior. Tetapi dalam keadaan normal rasa rendah diri itu merupakan pendorong kearah kemajuan atau kesempurnaan (superior).
5. Dorongan Kemasyarakatan
Dorongan kemasyarakatan itu adalah dasar yang dibawa sejak lahir; pada dasarnya manusia adalh mahluk sosial. Namun sebagaimana lain-lain kemungkinan bawaan, kemungkinan mengabdi kepada masyarakat itu tidak nampak secara spontan, melainkan harus dibimbing atau dilatih.
Gambaran tentang manusia sempurna hidup dalam masyarakat sempurna menggantikan gambaran manusia kuat, agresif dan menguasai serta memeras masyarakat.
"Dorongan untuk berkuasa, memainkan peranan terpenting dalam perkembangan kepribadian" ( Adler, 1946, p. 145.)
6. Gaya Hidup
Gaya hidup ini adalah prinsip yang dipakai landasan untuk memahami tingkah laku seseorang; inilah yang melatarbelakangi sifat khas seseorang.
Gaya hidup seseorang itu telah terbentuk antara umur tiga sampai lima tahun, dan selanjutnya segala pengalaman dihadapi serta diasimilasikan sesuai dengan gaya hidup yang khas itu.
7. Diri yang Kreatif
Diri yang kreatifitas adalah penggerak utama, pegangan filsafat, sebab pertama bagi semua tingkah laku. Sukarnya menjelaskan soal ini ialah karena orang tidak dapat menyaksikan secara langsung akan tetapi hanya dapat menyaksikan lewat manifestasinya.
Mengatasi Inferioritas dan Menjadi Superioritas:
Dorongan Maju.
Bagi Adler, kehidupan manusia dimotivasi oleh atau dorongan utama-dorongan untuk mengatasi perasaan inferior dan menjadi superior. Jadi tingkah laku ditentukan utamanya oleh pandangan mengenai masa depan, tujuan, dan harapan kita. Didorong oleh perasaan inferior, dan ditarik keinginan menjadi superior, maka orang mencoba untuk hidup sesempurna mungkin.
Inferiorta bagi Adler berarti perasaan lemah dan tidak terampil dalam menghadapi tugas yang harus diselesaikan. Bukan rendah diri terhadap orang lain dalam pengertian yang umum, walakupun ada unsur membandingkan kemampuan khusus diri dengan kemampuan orang lain yang lebih matang dan berpengalaman. Superiorita, pengertiannya mirip dengan trandensi sebagai awal realisasi diri dari Jung, atau aktualisasi dari Horney dan Maslow. Superiorita bukan lebih baik dibanding orang lain atau mengalahkan orang lain, tetapi berjuang menuju superiorita berarti terus menerus berusaha menjadi lebih baik-menjadi semakin dekat dengan tujuan final.
Perasaan inferioritas ada pada semua orang, karena manusia mulai hidup sebagai mahluk kecil dan lemah. Sepanjang hidup, perasaan iri terus muncul ketika orang menghadapi tugas baru dan belum dikenal yang harus diselesaikan.
Banyak orang yang berjuang menjadi superioritas dengan tidak memperhatikan orang lain. Tujuannya bersifat pribadi, dan perjuangannya dimotivasi oleh perasaan diri inferior yang berlebihan. Pembunuh, pencuri, pemain porno adalah contoh ekstrim yang berjuang hanya untuk mencapai keuntungan pribadi. Namun pada umumnya perbuatan atau perjuangan menjadi superior sukar dibedakan, mana yang motivasinya untuk keuntungan pribadi dan mana yang motivasinya minat sosial. Orang yang secara psikologi sehat, mampu meninggalkan perjuangan menguntungkan diri sendiri menjadi perjuangan yang termotivasi oleh minat sosial, perjuangan untuk menyukseskan nilai-nilai kemanusiaan. Orang ini membantu orang lain tanpa mengharap imbalan, melihat orang lain bukan sebagai saingannya akan tetapi sebagai rekan yang siap bekerjasama demi kepentingan sosial.
Kesatuan (Unity) Kepribadian
Adler memilih psikologi individu (individual psychology) dengan harapan dapat menekankan keyakinannya bahwa setiap manusia itu unik dan tidak dapat dipecah-pecahkan. Psikologi individual menekankan pentingnya unitas kepribadian. Pikiran, perasaan, dan kegiatan semuanya diarahkan kesatu tujuan tunggal dan mengejar satu tujuan.
Gaya Hidup
Adler juga dipengaruhi oleh Jan Smuts, filosofi dan negarawan Afrika Selatan. Menurut Smuts, kalaku ingin memahami orang lain, kita harus memahami dia dalam kesatuan yang utuh, bukan dalam bentuk yang terpisah-pisah, dan yang lebih penting lagi, kita harus memahaminya sesuai dengan konteks keadaan yang melatari orang tersebut, baik fisik maupun sosial.
Kepentingan Sosial
Adler menganggap kepekaan sosial ini bukan sekedar bawaan sejak lahir dan bukan pula diperoleh hanya dengan cara dipelajari, melainkan gabungan keduanya. Kepekaan sosial didasarkan pada sifat-sifat bawaan dan dikembangkan lebih lanjut agar tetap bertahan.
Di lain pihak, bagi Adler, tidak ada kesadaran sosial adalah sakit jiwa yang sesungguhnya. Segala bentuk sakit jiwa-neurotik, psikotik, tindak kriminal, narkoba, kenakalan remaja, bunuh diri, kemiskinan, prostitusi, dan lain-lain sebagainya- adalah penyakit-penyakit yang lahir akibat tidak adanya kesadaran sosial. Tujuan orang-orang yang mengidap penyakit ini adalah superioritas personal, keberhasilan dan kemenangan hanya berarti untuk mereka sendiri. 

Psikologi Behaviorisme (Burrhus Frederic Skinner 1904-1990)
Struktur kepribadian
Menurut Skinner, penyelidikan mengenai kepribadian hanya sah jika memenuhi beberapa kriteria ilmiah. Umpamanya, ia tidak akan menerima gagasan bahwa kepribadian (personality) atau diri (self) yang membimbing atau mengarahkan perilaku.
Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah organisme dan berbagai konsekuensi yang diperkuatnya.
Selanjutnya, Skinner menguraikan sejumlah tehnik yang digunakan untuk mengontrol perilaku. Kemudian banyak diantaranya dipelajari oleh social-learning theoritists yang tertarik dalam modeling dan modifikasi perilaku. Tehnik tersebut adalah sebagai berikut (Wulansari & Sujatno, 1997).
1. Pengekangan Fisik ( physical restraints )
2. Bantuan Fisik ( physical aids)
3. Mengubah Kondisi Stimulus (changing the stimulus conditions)
4. Manipulasi Kondisi Emosional (manipulating emotional conditions)
5. Melakukan Respons-respons Lain (performing alternative responses)
6. Menguatkan Diri Secara Positif (positive self-reinforcement).
7. Menghukum Diri Sendiri ( self punishment).

Selanjutnya Skinner membedakan perilaku atas :
1. Perilaku yang alami (innate behavior), atau yang biasa disebut respondent behavior. Yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang jelas.
2. Perilaku Operan (operant behavior), yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak jelas atau tidak diketahui, tetapi semata-mata ditimbulkan organisme itu sendiri.
 Bagi Skinner, faktor motivational dalam tingkah laku bukan bagian elemen struktural. Dalam situasi yang sama tingkah laku seseorang bisa berbeda-beda kekuatan dan keseringan munculnya. Konsep motivasi yang menjelaskan variabilitas tingkah laku dalam situasi yang konstan bukan fungsi dari keadaan energi, tujuan, dan jenis penyebab sebagainya. Konsep itu secara sederhana dijelaskan melalui hubungan sekelompok respon dengan sekelompok kejadian. Penjelasan mengenai motivasi ini juga berlaku untuk emosi.
Dinamika Kepribadian
Kepribadian dan Belajar
Hakikat teori skinner adalah teori belajar, bagaimana individu menjadi memiliki tingkah laku baru, menjadi lebih terampil, menjadi lebih tahu. Dia yakin bahwa kepribadian dapat dipahami dengan mempertimbangkan tingkah laku dalam hubungannya yang terus menerus dengan lingkungannya. Cara yang paling efektif untuk mengubah dawn mengontrol tingkah laku adalah dengan melakukan penguatan (reinforment), suatu strategi kegiatan yang membuat tingkah laku tertentu berpeluang untuk terjadi atau sebaliknya (berpeluang tidak terjadi) pada masa yang akan datang. Konsep dasarnya sangat sederhana yakni semua tingkah laku dapat dikontrol.
Tingkah laku Kontrol Diri
Prinsip dasar pendekatan skinner adalah : Tingkah laku disebabkan dan dipengaruhi oleh variabel eksternal. Tidak ada dalam diri manusia, tidak ada bentuk kegiatan eksternal, yang mempengaruhi tingkah laku. Pengertian kontrol diri ini bukan mengontrol kekuatan di dalam "self", tetapi bagaimana self mengontrol variabel-variabel luar yang menentukan tingkah laku.
Stimulan Aversif
Stimulasi aversif adalah lawan dari stimulant penguatan, sesuatu yang tidak menyenangkan atau bahkan menyakitkan.
"Perilaku yang diikuti oleh stimulant aversif akan memperkecil kemungkinan diulanginya perilaku tersebut pada masa-masa selanjutnya."
Definisi ini sekaligus menggambarkan bentuk pengkondisian yang dikenal dengan hukuman.
Kondisioning Klasik (Classical Conditioning)
Kondisioning klasik, disebut juga kondisioning responden karena tingkah laku dipelajari dengan memanfaatkan hubungan stimulus-respon yang bersifat refleksbawaan.
Kondisioning Operan (Operant Conditioning)
Reinforser tidak diasosiasikan dengan stimulus yang dikondisikan, tetapi diasosiasikan dengan respon karena respon itu sendiri beroperasi memberi reinsforment. Skinner menyebut respon itu sebagai tingkah laku operan (operant behavior).
Tingkah laku responden adalah tingkah laku otomatis atau refleks, yang dalam kondisioning klasik respon diusahakan dapat dimunculkan dalam situasi yang lain dengan situasi aslinya. Tingkah laku operan mungkin belum pernah dimiliki individu, tetapi ketika orang melakukannya dia mendapat hadiah. Respon operan itu mendapat reinforcement, sehingga berpeluang untuk lebih sering terjadi. Kondisioning operan tidak tergantung pada tingkah laku otomatis atau refleks, sehingga jauh lebih fleksibel dibanding kondisioning klasik.
B. F. Skinner dengan pandangannya yang radikal, banyak salah dimengerti dan mendapat kritik yang tidak proporsional. Betapapun orang harus mengakui bahwa teori Behaviorisme paling berhasil dalam mendorong penelitian dibidang psikologi dengan pendekatan teoritik lainnya. Berikut lima kritik terpenting terhadap B. F. Skinner.
1. teori skinner tidak menghargai harkat manusia. Manusia bukan mesin otomat yang diatur lingkungan semata. Manusia bukan robot, tetapi organisme yang memiliki kesadaran untuk bertingkah laku dengan bebas dan spontan.
2. gabungan pendekatan nomoterik dan idiografik dalam penelitian dan pengembangan teori banyak menimbulkan masalah metodologis.
3. pendekatan skinner dalam terapi tingkah laku secara umum dikritik hanya mengobati symptom dan mengabaikan penyebab internal mental dawn fisiologik.
4. generalisasi dari tingkah laku merpati mematok makanan menjadi tingkah laku manusia yang sangat kompleks, terlalu luas/ jauh.

      Sampai disini dulu ya penjelasan tentang bahasan ini. Suatu saat kita akan lanjutkan dengan pembahasan yang lebih panjang lebar, tentu saja dengan satu harapan kita semakin dapat memahami mengenai teori kepribadian dan beberapa teori-teori kepribadian ini.

Bedah Kitab Ibrani

Penulis : Tidak Disebutkan
Tema : Perjanjian yang Lebih Baik
Tanggal Penulisan : 67-69 M (tidak dapat dipastikan)

LATAR BELAKANG
Tidak diketahui kepada siapa surat ini dialamatkan, sekalipun Roma merupakan kemungkinan.  Judul kitab ini di dalam naskah-naskah Yunani yang tertua hanyalah, "Kepada Orang Ibrani." Sekalipun demikian isi surat ini menunjukkan bahwa surat ini ditujukan kepada orang-orang Kristen Yahudi. Penggunaan Septuaginta (Alkitab PL dalam bahasa Yunani) oleh penulis ketika mengutip PL menunjukkan bahwa para penerima surat ini mungkin adalah orang-orang Yahudi berbahasa Yunani yang tinggal di luar Palestina. Kalimat "terimalah salam dari saudara-saudara di Italia" (versi Inggris NIV -- "mereka dari Italia mengirim salam" Ibr 13:24) mungkin sekali berarti bahwa penulis sedang menulis kepada orang-orang yang tinggal di Roma dan mencantumkan salam dari orang-orang percaya dari Italia yang dalam perantauan.
Para penerima surat ini mungkin terdiri atas kelompok-kelompok persekutuan rumah yang merupakan bagian dari jemaat gereja yang lebih luas di Roma. Beberapa di antaranya mulai menunjukkan tanda-tanda akan meninggalkan iman mereka kepada Yesus dan kembali kepada kepercayaan Yahudi mereka sebelumnya, karena mereka dianiaya dan putus asa.
            Penulis Surat Ibrani ini tidak disebutkan baik dalam judul kitab yang semula maupun sepanjang surat ini, sekalipun ia merupakan tokoh yang cukup dikenal pembacanya (Ibr 13:18-24). Oleh karena satu dan lain alasan, identitas penulis hilang sekitar akhir abad pertama. Selanjutnya dalam tradisi gerejani mula-mula (abad ke-2 sampai ke-4) muncul berbagai pendapat mengenai orang yang mungkin merupakan penulis surat ini. Pendapat bahwa Paulus menulis surat ini baru tersebar luas pada abad ke-5.
            Banyak ahli PB yang berpandangan konservatif dewasa ini beranggapan bahwa Paulus tidak mungkin menulis surat ini karena gaya penulisan yang halus dan bercorak Aleksandria, ketergantungan pada Septuaginta, cara memperkenalkan kutipan-kutipan PL, cara berargumentasi dan gaya mengajar, susunan argumentasi dan hal tidak menyebutkan dirinya itu bukan merupakan gaya Paulus. Lagi pula, Paulus senantiasa menunjuk kepada penyataan yang langsung diperolehnya dari Kristus (bd. Gal 1:11-12), sedangkan penulis surat ini menempatkan dirinya di antara orang-orang Kristen angkatan kedua yang memperoleh keyakinan Injil karena kesaksian para saksi mata pelayanan Yesus (Ibr 2:3). Di antara tokoh-tokoh PB yang namanya disebut, gambaran Lukas mengenai Apolos dalam Kis 18:24-28 paling cocok dengan keadaan penulis surat ini.
            Terlepas dari siapa penulis surat ini, hal ini dapat dipastikan: penulis menulis dengan kepenuhan Roh dan wawasan, penyataan dan wibawa yang rasuli. Karena dalam Surat Ibrani penghancuran Bait Suci di Yerusalem dan ibadah di bawah pimpinan para imam Lewi tidak disebut maka ada anggapan yang kuat bahwa surat ini ditulis sebelum tahun 70 M.

TUJUAN
Surat Ibrani terutama ditulis kepada orang-orang Kristen Yahudi yang sedang mengalami penganiayaan dan keputusasaan. Penulis berusaha untuk memperkuat iman mereka kepada Kristus dengan menjelaskan secara teliti keunggulan dan ketegasan penyataan Allah dan penebusan di dalam Yesus Kristus. Ia menunjukkan bahwa penyediaan penebusan di bawah perjanjian yang lama sudah digenapi dan tidak terpakai lagi karena Yesus telah datang dan menetapkan suatu perjanjian yang baru oleh kematian-Nya yang mengerjakan perdamaian.
Penulis menantang para pembacanya
(1) untuk tetap mempertahankan pengakuan mereka terhadap Kristus hingga pada kesudahannya,
(2) untuk maju terus menuju kedewasaan rohani dan
(3) untuk tidak kembali kepada kehidupan di bawah hukuman dengan cara meninggalkan kepercayaan kepada Yesus Kristus.

SURVAI
Surat Ibrani ini lebih mirip dengan suatu khotbah daripada sebuah surat. Penulis menggambarkan karyanya ini sebagai "kata-kata nasihat" (Ibr 13:22). Surat ini terdiri atas tiga bagian utama.
(1) Pertama, Yesus sebagai Putra Allah yang penuh kuasa (Ibr 1:1-3) dinyatakan sebagai penyataan Allah yang sempurna kepada umat manusia -- lebih tinggi daripada para nabi (Ibr 1:1-3), malaikat (Ibr 1:4-2:18), Musa (Ibr 3:1-6) dan Yosua (Ibr 4:1-11). Di dalam bagian ini terdapat suatu peringatan yang sungguh-sungguh mengenai berbagai akibat apabila kita secara rohani makin menjauh     dari iman atau mengeraskan hati dalam ketidakpercayaan     (Ibr 2:1-3; Ibr 3:7-4:2).

(2) Bagian yang kedua menampilkan Yesus sebagai Imam Besar dengan kualifikasi (Ibr 4:14-5:10; Ibr 6:19-7:25), watak (Ibr 7:26-28), dan pelayanan (Ibr 8:1-10:18) yang sempurna dan abadi. Di bagian ini diberikan suatu peringatan yang sungguh-sungguh mengenai     ketidakdewasaan rohani atau bahkan "kemurtadan" setelah mengambil bagian di dalam Kristus (Ibr 5:11-6:12).

(3) Bagian yang terakhir (Ibr 10:19-13:17) dengan tegas mendorong orang-orang percaya agar tetap tabah dalam keselamatan, iman, penderitaan, dan kekudusan.

CIRI-CIRI KHAS
Delapan ciri utama menandai surat ini.
(1) Surat ini unik di antara surat-surat PB karena bentuknya, "surat ini berawal seperti sebuah risalah, dilanjutkan bagaikan khotbah, dan diakhiri seperti surat" (Origenes).
(2) Di antara semua kitab PB surat ini menggunakan bahasa yang paling halus, paling mendekati gaya penulisan Yunani klasik daripada penulis PB lainnya (mungkin kecuali Lukas dalam Luk 1:1-4).
(3) Inilah satu-satunya kitab PB yang mengembangkan konsep pelayanan Yesus sebagai Imam Besar.
(4) Ajarannya tentang Kristus ini sangat kaya variasi, dan memakai lebih daripada dua puluh nama dan gelar untuk Kristus.
(5) Kata kuncinya adalah "lebih baik" (dipakai tiga belas kali). Yesus lebih baik daripada para malaikat dan semua tokoh perantara PL. Ia memberikan perhentian, perjanjian, pengharapan, keimaman, korban pendamaian, dan janji-janji yang lebih baik.
(6) Surat ini berisi pasal yang paling menonjol dalam Alkitab mengenai iman (pasal 11; Ibr 11:1-40).
(7) Kitab ini sarat dengan kutipan dan petunjuk kepada PL sehingga memberikan pengertian yang berharga mengenai penafsiran umat Kristen mula-mula terhadap sejarah dan ibadah PL, khususnya dalam bidang lambang-lambang.
(8) Surat ini memberikan lebih banyak peringatan mengenai bahaya-bahaya kemurtadan rohani daripada kitab lainnya dalam PB.

Bedah kitab Mikha


PENULIS                                  : MIKHA
TEMA                                        : HUKUMAN DAN KESELAMATAN MESIAS
TANGGAL PENULISAN          : + 740-710 SM


I. LATAR BELAKANG

Nabi Mikha berasal dari kota kecil Moresyet-Gat (Mi 1:14) di bagian selatan Yehuda, suatu wilayah pertanian yang subur sekitar 40 kilometer barat daya Yerusalem. Seperti Amos, Mikha berasal dari daerah pedesaan, mungkin dari keluarga yang sederhana. Sedangkan Yesaya, rekannya di Yerusalem, bernubuat kepada raja dan tentang situasi internasional, Mikha adalah nabi pedesaan yang mengutuk para pemimpin Yehuda yang korup, nabi-nabi palsu, imam-imam fasik, pedagang-pedagang yang tidak jujur dan hakim-hakim yang kena suap. Ia berkhotbah menentang dosa-dosa ketidakadilan, penindasan para petani dan penduduk desa, keserakahan, kekikiran, kebejatan dan penyembahan berhala, dan mengingatkan akan dampak yang berat jikalau umat itu dan pemimpinnya terus bersikeras melakukan kejahatan. Ia meramalkan kejatuhan Israel dan ibu kotanya Samaria (Mi 1:6-7) dan juga kejatuhan Yehuda dan ibu kotanya, Yerusalem (Mi 1:9-16; Mi 3:9-12).
Pelayanan kenabian Mikha terjadi pada masa pemerintahan tiga raja Yehuda: Yotam (751-736 SM), Ahas (736-716 SM) dan Hizkia (716-687 SM). Walaupun sebagian dari nubuat Mikha diberitakan pada masa pemerintahan Raja Hizkia (bd. Yer 26:18), sebagian besar mencerminkan keadaan Yehuda sementara pemerintahan Yotam dan Ahas sebelum pembaharuan religius di bawah pimpinan Hizkia. Tidak dapat disangkal bahwa pelayanannya, bersama dengan pelayanan Yesaya, ikut berperan dalam membawa kebangunan rohani dan pembaharuan di bawah Raja Hizkia yang saleh. 

II. TUJUAN
Mikha menulis untuk memperingatkan bangsanya akan kepastian hukuman ilahi, menyebut dosa-dosa yang membangkitkan kemarahan Allah dan meringkas firman nubuat Allah mengenai Samaria dan Yerusalem (Mi 1:1). Dengan tepat dia menubuatkan kejatuhan Israel sebelum hal itu terjadi pada tahun 722 SM; ia bernubuat bahwa kebinasaan yang serupa akan menimpa Yehuda dan Yerusalem karena dosa dan pemberontakan mereka yang menyolok. Jadi, kitab ini melestarikan berita nubuat Mikha yang serius bagi angkatan terakhir Yehuda sebelum orang Babel datang menyerbu bangsa itu. Kitab ini juga memberikan sumbangan penting kepada seluruh penyataan PL tentang Mesias yang akan datang.


III. SURVAI
Kitab Mikha terdiri atas berita yang terbagi tiga:
(1) menggugat Israel (Samaria) dan Yehuda (Yerusalem) karena dosa-dosa khusus termasuk penyembahan berhala, keangkuhan, penindasan orang miskin, suap-menyuap di antara pemimpin, ketamakan dan keserakahan,     kebejatan, dan agama yang hampa;
(2) mengingatkan bahwa hukuman Allah akan datang karena dosa-dosa ini; dan
(3) menjanjikan bahwa damai sejahtera, kebenaran dan keadilan sejati akan berlaku di masa depan ketika Mesias memerintah.
Ketiga pokok tersebut diberikan perhatian hampir sama dalam kitab ini.
Dipandang dari segi lainnya, pasal 1-3 (Mi 1:1-3:12) mencatat celaan Tuhan atas dosa-dosa Israel dan Yehuda, para pemimpin yang korup, dan malapetaka yang akan datang atas bangsa-bangsa ini dan ibu kota mereka.
Pasal 4-5 (Mi 4:1-5:14) menawarkan harapan dan hiburan bagi kaum sisa berhubungan dengan hari-hari yang akan datang ketika rumah Allah akan didirikan dalam damai dan kebenaran, sedangkan penyembahan berhala dan
penindasan akan disingkirkan dari negeri itu. Pasal 6-7 (Mi 6:1-7:20) menguraikan keluhan Allah terhadap umat-Nya dalam bahasa sebuah sidang pengadilan besar: Allah mengajukan gugatan terhadap Israel; ini diikuti dengan pengakuan salah Israel lalu doa dan janji nubuat. Mikha menutup dengan permainan kata dari arti namanya sendiri, "Siapakah Allah seperti Engkau?" (Mi 7:18). Jawab:  Hanya Dialah yang penuh kasih sayang dan dapat memberikan keputusan terakhir "diampuni" (Mi 7:18-20).


Ciri-ciri Khas
~~~~~~~~~~~~~~~
Lima ciri utama menandai kitab Mikha.

(1)  Kitab ini memperjuangkan kepentingan para petani sederhana yang menghadapi pemerasan oleh golongan kaya yang angkuh, mirip dengan berita Yakobus dalam PB (bd. Mi 6:6-8 dan Yak 1:27); dalam hubungan ini, Mikha memberikan nasihat yang paling mengesankan tentang     tuntutan Tuhan bagi umat-Nya, "berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu" (Mi 6:8).

(2) Sebagian bahasa Mikha itu tegas dan terus terang; lain kali berupa syair yang mengesankan dengan permainan kata yang halus sekali (seperti Mi 1:10-15).

(3) Seperti nabi Yesaya (bd. Yes 48:16; Yes 59:21), Mikha mengungkapkan kesadaran yang tajam akan panggilan Allah dan pengurapannya oleh Roh Kudus, "Aku ini penuh dengan kekuatan, dengan Roh Tuhan, dengan keadilan dan keperkasaan, untuk memberitakan kepada Yakub pelanggarannya dan kepada Israel dosanya" (Mi 3:8).

(4) Kitab ini berisi salah satu ungkapan terindah dalam Alkitab tentang kasih sayang dan kasih karunia pengampunan Allah (Mi 7:18-20).

(5) Kitab ini berisi tiga nubuat penting yang dikutip di bagian Alkitab lainnya: satu yang menyelamatkan hidup Yeremia (Mi 3:12; Yer 26:18), satu tentang tempat kelahiran Mesias (Mi 5:1; Mat 2:5-6), dan satu yang dikutip Yesus sendiri (Mi 7:6; Mat 10:35-36).

Penggenapan Dalam Perjanjian Baru
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Seperti nabi PL lainnya, Mikha melihat melampaui hukuman Allah atas Israel dan Yehuda sampai kedatangan Mesias dan pemerintahan-Nya yang adil di bumi. Tujuh ratus tahun sebelum penjelmaan Kristus, Mikha  bernubuat bahwa Ia akan lahir di Betlehem (Mi 5:1). Mat 2:4-6 mencatat bahwa para imam dan ahli Taurat mengutip ayat ini sebagai jawaban untuk pertanyaan Herodes
mengenai tempat lahirnya Mesias. Mikha juga menyatakan bahwa kerajaan Mesias akan merupakan kerajaan damai (Mi 5:4; bd. Ef 2:14-18), dan bahwa
Mesias akan menggembalakan umat Allah dengan benar (Mi 5:3; bd. Yoh 10:1-16; Ibr 13:20). Kenyataan bahwa Mikha sering mengacu kepada penebusan masa depan menunjukkan bahwa keinginan dan rencana Allah yang
abadi bagi umat-Nya adalah penyelamatan bukan hukuman; kebenaran ini dikembangkan lagi dalam PB (mis. Yoh 3:16).

Rabu, 23 November 2011

Ulahon Ma Haluaonmi


Turpuk:  2 Musa  7: 14-25 (Ep. Job 38: 25-33)
I.                   PATUJOLO
Ndang adong na marhagogoon mangambati sangkap ni Debata laho paluahon bangsoNa. Disangkapi laho paruarhon Israel sian tangan ni Firaun asa gabe bangso na marsomba/ beribadah nasida. Nangpe naung tardok na gogo Firaun di tingkina, alai tung so tuk do i mangambati sangkap ni Debata laho paluahon bangsoNa. Ndang marnangon huaso ni Firaun mangambati sangkap ni Debata.
Ditonahon Debata do tu si Musa laho patupahon tanda sian Debata. Di turpuktaon aek gabe mudar. Dalan ni Debata do i papatarhon paboa Ibana do Jahowa na sun marhagogoon. Jala na marsangkap ma ibana paluahon bangsoNa sian tangan ni Firaun na menindas, manggosagosa  dohot marlomolomo tu nasida. Tapaihutihut ma di bagasan turpuk jamitantaon, songon dia do Debata paluahon bangsoNa i.  

II.                HATORANGAN – PANGABAHAN
  1. Debata martontang dohot  Firaun paluahon bangsoNa
Disangkapi Debata  naeng mamboan haruar bangso Israel sian parhatobanan Misir. Ndada holan mamboan boti sintuhu ni ulaon ni Debata tu nasida, alai na umbagas sian i dope, di ayat 16 didok; “Loas bangsongKu laho, asa disomba Ahu di halongonan”. Na marlapatan do i memerdekahon Israel sian parhatobanon. Merdeka/bebas ndada na marlapatan gabe bebas tanpa kendali mangulahon manang aha, manang gabe nasida tuan di nasida, alai kemerdekaan di pengabdian tu Debata. Ojahan, unok dohot tujuan ni kemerdekaan ni bangso i, ima; pelayanan atau pengabdian, atau ibadat kepada Tuhan. Di keadaan na merdeka i, Israel gabe naposo/ hamba ni Debata (3 Musa 25:42, 55).
Bangso Israel nampuna ni Debata na sah, alai na pinarlomolohon ni Firaun; di gosagosa jala diparhatoban. Paluahon bangso i sian si Firaun na marlapatan do i mengembalikan keadaan hukum yang telah diinjakinjak Firaun sekian lama.
Martongtang (berkonfrontasi) Debata dohot Firaun laho patulushon sangkapNa paluahon Israel. Di partongtangan i dipatuduhon Firaun do tangkang ni rohana. Di bukku 2 Musaon dihatindangkon 20 hali pandohan martangkang ni roha si Firaun. Dipatupa Debata uhum (tulah), aek gabe mudar laho patandahon  “hagogoon ni Jahowa” na mangido tu Firaun asa paloashon Israel haruar sian gomgomanna.
  Sada na torang tabereng di partongtangan i; na parjolo, huaso ni Debata maralohon huaso na adong di portibion. Di ujungna gabe sada credo/ pengakuan do i di Israel paboa marhite tangan na gogo Israel dipalua sian parhatobanan Misir. Napaduahon, Debata sipangantoi di kemerdekaan ni bangsoNa sian tangan ni na manggosagosa hak dohot kebebasanna.
Angka dongan na pinarhamaol ni Debata, martontang do Debata maralohon dosa dohot hamatean di bagasan Jesus Kristus laho memerdekahon manang paluahon hita sian i. Di pihak ni Debata do hamonangan di partongtangan i. Asa angka na porsea tu Jesus Kristus nungnga be merdeka manang malua sian huasona. Sibasabasa do i di hita sian Debata. Sipahusorhusoronta di ngolunta songon dia do hita mengisi kemerdekaan manang haluaon i. Sada na pasti kebebasan na berkepatuhan do anggo kebebasanta di bagasan Jesus Kristus. Di hadirion na bebas berkepatuhan i, sada kesempatan do i di hita laho pahembangkon lomo ni roha ni Debata.
Tarajumi do torop sian tonga ni hita naung taruli hamonangan i, gagal mamangke tingki na ni dalananna. Lapatanna, ndang di isi haluaon naung jinalona di bagasan Jesus Kristus dohot angka ulaon na sarrombang tu si. Torop marlembalemba hita angka Kristen. Lemba  mamelehon ngolu dohot tingki tu Debata. Marhite jamitaon, disosoi do hita, songon Israel na pinaruarna asa marsomba/ beribadah do nasida tu Debata. Portibion ingkon rajumanta do songon panggung/ inganan beribadah di hita. Asa di angka profesinta, baik guru, sittua, pandita, partigatiga, kontraktor  dohot angka profesi na asing sada lapangan do i di hita, ima lapangan beribadah.
Na mangihut muse, dijou do hita asa hobas hita paluahon angka dongan na tertindas manang na targosagosa. Tertindas manang hona gosagosa alani ketidak adilan dohot kesewenangwenangan ni pihak tertentu.

  1. Debata papatarhon huasoNa marhite “aek gabe mudar”
Dipatupa Debata do tanda, ima aek gabe mudar. Dibalik ni tanda i, Debata do na mangula. Aek ima sada haporluan na primer di jolma na mangolu. Holan 7 borngin do masa songon i dibahen Debata nungnga humasusa nasida mangalului aek si inumon ni halak Misir. Autsura pintor montok aek di portibion marudut ma tu tanda-tanda kematian. Ai nang di dagingtaonpe adong do aek. Dipangke Debata do sada sian kebutuhan na primer ni jolma laho patandahon paboa Ibana do Jahowa. Dihirim roha ni Debata do tanda i manogunogu roha ni Firaun asa manada Debata dohot hagogoon ni huasoNa. Alai tongtong do ibana martangkang ni roha ala boi dipatupa angka parsibalikmata sisongon i. Songon i do na masa, lam tu tangkangna do jolma na so mananda manang na manoishon angka tanda na pinatupa ni Debata.  
Sasintongna, dalan ni Debata do angka tanda i laho manogihon tu panandaon na tangkas di huaso dohot hagogoonNa. Di balik ni tanda aek gabe mudar, ima Debata na mangula. Lapatanna, tanda i, ima na boi binereng ni si malolong, alai anggo hagogoon ni Debata na mangula di balik ni i, di bagasan roha na ma i pahusorhusorhusoron. Si Firaun, nungnga martangkang ni roha ibana. Ndang dapot be roha dohot ateate na pahsorhusorhon, ise do na mangula di balik ni tanda i.
Dalam rangka patulushon haluaon ni Debata do tu Israel dipatupa Ibana tanda i marhite si Musa dohot Aron. Lapatanna, ojahan ni tanda i, ima sangkap haluaon/ kemerdkaan ni Israel. Asa ndang boi tarsirang hita, tanda aek gabe mudar sian sangkap haluaon na naeng sipatuluson ni Debata.
Angka dongan na pinarhamaol ni Debata. Molo tu hita angka na porsea di bagasan Jesus Kristus, ndada marhite tanda be Debata papatarhon huaso dohot hagogoonNa laho patupahon haluaon/ kemerdekaan tu hita. Nungnga langsung Debata sandiri ro manopot hita di bagasan Jesus Kristus. Hagogoon ni huasoNa patar si tutu di hita di na hehe Jesus Kristus sian na mate. On do na hinatindangkon ni angka apostel tu hita. Dalam rangka haluaonta manang kemerdekaanta do sian huaso ni dosa dohot hamatean dipahehe Debata Jesus sian na mate marhite hagogoonNa.
Nungga bebas/ merdeka  hita sian huaso ni dosa dohot hamatean i. Nungnga be marngolu na imbaru hita ala ni hagogoon ni Debata naung patar na paheheon Jesus sian na mate  i. Alani i, marparange ma hita di haimbaruon i. Imabru di pola pikir, imbaru di pangkataion, imbaru di cara panangkasion tu angka na masa. Di saluhut hadirionta ma tahe ingkon imbaru.
Tarboanboan do hita di partingkianta saonari mulak mamarangehon ngolu na robi, di pangalaho nang di pangkataion. Di maol ni keadaan na ta adopi laho mampartahanton ngolu; “orang yang tidak mengikuti arus, tidak akan kedapatan kebagian”, “orang yang tidak ikut berlaku curang, tidak akan kedapatan bagian”. On do tantangan di hita di partingkianta saonari. Masa ma keserakahan, haormuson, penipuan, masipaotootoan di bagasan dame. Ujungna, gabe mulak ma muse hita mamparangehon ngolu na robi i.       
Kemerdekaan/ kebebasan naung dibasabasahon Debata tu hita di bagasan Jesus naung mulak mangolu i, ima kebebasan na ingkon berkepatuhan, kebebabasan na patuh, taat tu Debata. Antong ta operasihon ma ngolu na marhaimbaruon i. Marparange ma hita di hamimbaruon i. 

III.             PANIMPULI
Ia mangolu pe hita nuaeng mangolu di Tuhan i do. Ia mate pe hita mate di Tuhan i do. Antong mangolu manang mate pe hita tongtong do di Tuhan i. Ai nungnga dimerdekahon/ dipalua hita marhite tanganNa na marhagogoon i sian huaso ni dosa dohot hamatean. Antong binsan sadihari dope, ta ulahon ma haluaonta i. Diboto Debata do tuk ni gogonta mangulahon haluaonta i, ido umbahen didok; “Ai idama sai na dongananKu do hamu rasira sa ajal ni hasianganon”. Amen

Yesus mengubah hidup kita menjadi hidup baru


Nas Khotbah: Johanes 3: 1-8 

I.       Pendahuluan
Kehadiran Yesus Kristus di dunia ini adalah kehadiran Kerajaan Allah. Kerajaan Allah di dalam dan melalui Yesus Kristus membawa pembaharuan kepada kita umat manusia. Yesus mendemonstrasikan Kerajaan Allah itu dengan berbagai tanda-tanda, supaya dunia menerima Kerajaan Allah itu.
Tawaran pembaharuan itu terbuka terhadap semua umat manusia. Barang siapa menerima Yesus dan percaya kepada Yesus, dia akan memperoleh pembaharuan hidup. Dengan menerima Yesus di dalam hidup kita, kita menjadi hidup baru, karena kuasa Allah akan masuk ke dalam hidup kita yang berkuasa mengubah kita. Inilah yang kita lihat dalam percakapan Yesus dengan Nikodemus.
Hingga pada saat ini, kuasa Allah di dalam Yesus itu selalu siap membaharui setiap orang yang mau menerima Yesus Kristus. Kerajaan Allah itu, bekerja dengan kehadiran Roh Kudus di tengah-tengah dunia ini.
Kita orang Kristen telah menrima pembaharuan itu, ketika kita percaya dan memberikan diri di baptis di dalan nama Allah Tritunggal. Apakah yang terjadi dalam hidup kita ketika kita telah menerima pembaharuan itu, pada saat ini dan masa yang akan dating?
.
II.    Penjelasan Nats/ Pengenaan
  1. Orang yang dilahirkan kembali akan melihat Kerajaan Allah
Dalam percakapan antara Yesus dengan Nikodemus ini, Yesus menonjolkan tentang kelahiran kembali kepada Nikodemus. Hanya orang yang sudah dilahirkan kembali yang dapat melihat Kerajaan Allah itu. Sebaliknya, orang yang tidak dilahirkan kembali tidak akan dapat melihat Kerajaan Allah itu. Apakah maksud daripada dilahirkan kembali?
Dilahirkan kembali bukanlah berarti kita masuk ke dalam rahim ibu kita sebagaimana yang dipahami oleh Nikodemus. Dilahirkan kembali diterjemahkan dari anothen bahasa Yunani, artinya mengalami suatu perubahan yang benar-benar radikal seperti suatu kelahiran baru. Perubahan itu adalah sesuatu yang terjadi di dalam jiwa dan yang hanya dapat dijelaskan dengan ungkapan dilahirkan kembali sekali lagi.
Sebelum menerima Yesus dan percaya kepadaNya, kita masih belum dilahirkan kembali. Hidup kita masih hidup lama. Setelah menerima Yesus dan percaya kepadaNya, kita sudah dilahirkan kembali. Perubahan 180 derajat terjadi atas kehidupan kita; perubahan jiwa, perubahan berpikir, perubahan akan apa yang paling utama dalam kehidupan masa depan kita setelah dunia kita tinggalkan, perubahan cara pandang, perubahan dalam hal memandang orang lain. Dengan kata lain, perubahan itu terjadi atas seluruh kepribadian kita. Hidup orang yang dilahirkan kembali itu menjadi hidup baru.
  Hanya orang yang mau menerima Yesus dan percaya kepadaNya yang akan dilahirkan kembali. Perubahan dari hidup lama menjadi hidup baru atau kelahiran kembali itu terjadi karena anugerah dan pekerjaan kuasa Allah. Perubahan itu tidak dapat dihasilkan oleh usaha manusia itu sendiri. Nikodemus tidak mengerti apa yang dikatakan Yesus yaitu tentang kelahiran kembali itu, karena dia tidak mau menerima Yesus dan percaya kepadaNya. Memang dia takjub akan tanda-tanda yang dikerjakan oleh Yesus, tetapi dia tidak dapat melihat bahwa kuasa Allah-lah yang bekerja di balik tanda-tanda itu, yang bekerja di dalam Yesus Kristus. Tanda-tanda yang dikerjakan oleh Yesus yaitu segala muzizat yang dilakukanNya  merupakan demonstrasi bahwa Kerajaan Allah telah hadir di tengah-tengah umat manusia di dalam diriNya sendiri.
Jelaslah apa yang dikatakan oleh Yesus kepada Nikodemus, bagaimana mungkin Nikodemus melihat Kerajaan Allah yang hadir di dalam Yesus, kalau dia tidak mau menerima Yesus dan percaya kepadaNya? Walaupun dia takjub melihat semua tanda yang dikerjakan oleh Yesus, namun kalau dia tidak percaya bahwa Allah-lah yang hadir di dalam Yesus, dia tetap tidak akan melihat Kerajaan Allah yang sedang bekerja. Kerajaan Allah adalah Allah bertindak sebagai Raja, mengatasi segala kuasa yang ada, kehendak Allah yang yang sedang bekerja.
Pertanyaan yang harus kita renungkan adalah; apakah kita sudah dilahirkan kembali? Kalau kita jawab dengan sudah! Itu berarti bahwa kita sudah hidup baru karena kita membuka diri kepada Yesus yang memperbaharui kita oleh iman kita. Apakah cukup sampai di situ saja? Tunggu dulu dong...! Apakah cara hidup kita seharihari mencerminkan hidup baru? Bagaimana rupanya cara hidup yang sudah hidup baru itu. Dalam Efesus 4:17-32 cara hidup manusia baru itu; “membuang dusta dan berkata benar, bila marah tidak berbuat dosa dan amarah itu sudah padam sebelum matahari terbenam, jangan mencuri dan harus bekerja keras, tidak ada perkataan kotor tetapi perkataan yang membangun, tidak mendukakan Roh Kudus, tidak melakukan kejahatan, ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni”.  
Hidup kita yang telah dilahirkan kembali dalam Yesus Kristus akan berdampak kepada penghadiran tanda-tanda Kerajaan Allah di mana kita berada. Tanda-tanda Kerajaan Allah itu adalah; kasih, pengampunan, keadilan dan kebenaran. Kemudian kita akan dapat melihat, merasakan, mengalami kuasa Allah atas kehidupan kita.
Dunia di mana kita hidup saat ini, adalah dunia yang penuh godaan untuk kembali mempraktekkan hidup lama, sehingga kita tidak dapat melihat, merasakan dan mengalami kuasa Allah sebagai Raja atas kehidupan kita. Marilah kita lihat kenyataan hidup seharihari; yang bertetangga tidak lagi saling menganggab menjadi sesama pada hal mereka juga sesama Kristen, amarah kita sering berubah menjadi dendam, fitnah, menjelekjelekkan orang lain, krisis kasih di antara yang berkeluarga, satu Gereja karena sesuatu hal. Ringgas do nian hita tu adat, alai ndang siulahon adat, ai holong do adat i. Holong do sintuhu ni adat i. Dalam bentuk formalitas kita menjungjung adat, tetapi makna adat itu, yaitu kasih dalam prakteknya sudah mengalami krisis.
Hidup kita sudah diperbaharui oleh Yesus; hidup lama menjadi hidup baru. Marilah kita tunjukkan prilaku hidup baru itu, kita akan melihat, merasakan dan mengalami kuasa Allah sebagai Raja atas kehidupan hita.     

  1. Orang yang dilahirkan kembali akan masuk Kerajaan Allah
Orang yang dilahirkan kembali akan menjadi penghuni Kerajaan Allah. Hal ini merupakan jawaban Yesus terhadap pertanyaan Nikodemus; Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan kalau ia sudah tua? Nikodemus ingin menanyakan; bagaimana hal itu terjadi (cara atau prosesnya)?. Melalui Yesuslah, kita ini dilahirkan kembali; perubahan di dalam diri kita terjadi ketika Ia masuk ke dalam kita dan menjadikan hati serta hidup kita milikNya sendiri.
Kalau hal itu terjadi, maka kita dilahirkan dari air dan Roh. Air adalah symbol pembersihan. Ketika Yesus mengambil kita menjadi milikNya, dan kalau kita mengasihiNya dengan sepenuh hati, maka dosa-dosa masa lampau kita diampuni dan dilupakan.
Roh adalah menunjukkan kuasa. Ketika Yesus mengambil hidup kita untuk menjadi milikNya maka yang terjadi bukan hanya masa lampau kita dilupakan dan diampuni, tetapi ke dalam hidup kita masuklah suatu kekuatan yang baru, yang mengubah kita dan membuat kita bisa melakukan hal-hal yang tadinya tidak bisa kita lakukan.
Dengan demikian air dan Roh  menunjuk kepada kuasa Kristus yang membersihkan dan memberi kekuatan, yang menghapus hal-hal yang lampau dan membawa keunggulan bagi masa yang akan datang.
Kuasa Kristus itu bekerja seperti angin, kita tidak dapat melihat dari mana dan ke mana, tetapi dapat dirasakan. Kita tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi, tetapi dapat kita rasakan. Demikianlah kuasa Kristus itu bekerja mengubah setiap orang yang mau menerima dan mempercayaiNya menjadi dilahirkan kembali atau menjadi hidup baru. Kuasa itu tidak dapat dilihat, tetapi karya kuasa itu dapat dilihat dalam hidup setiap orang yang telah diubah.
Oleh kuat kuasa Kristus itu, setiap orang yang dilahirkan kembali menjadi penghuni Kerajaan Allah.  Kita sekarang adalah penghuni Kerajaan Allah di mana proses perjalanan masih berada di dunia. Konsekwensi dari itu, kita  harus melakukan kehendak Yesus selama masih di dunia. Ungkapan; saya sudah hidup baru tidak suatu jaminan masuk ke dalam Kerajaan Allah, tanpa melakukan kehendakNya selama masih di dunia (Mat. 7: 21-23). Lebih tegas lagi Paulus mengatakan; “Jangan sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (1 Kor. 6: 9a-10). Artinya, mengaku sudah hidup baru atau Kristen, tetapi tetap berprilaku seperti hidup lama tidak akan menjadi pewaris Kerajaan Allah.
Jangan kita siasiakan pembaharuan yang dikerjakan oleh Yesus atas hidup kita. Dalam kehidupan keseharian kita, sering mencerminkan pola hidup yang lama. Kita tidak boleh mengatakan; tolema di antusi Tuhan i do i, anggo sasahali ndang pola beha i. Somalna do peamna, alai laos boi do masa gabe peamna do hamamagona. Pasomalsomal ma dirim marhadaulaton, ninna hata ni Tuhanta. Lapatanna, tu angka parange na marhadaulaton do silatihonta hadirionta. Marilah selalu kita ingat, bahwa dengan karya Yesus Kristus kita telah memiliki masa depan yang indah yaitu Kerajaan Allah yang kekal sampai selamalamanya.

III. Penutup
Yesus telah mengubah hidup kita menjadi hidup baru melalui karya keselamatanNya. Di dalam iman kepada Yesus Kristus kita menjadi warga Kerajaan Allah; menjadi anak-anak Allah, masuk ke dalam kehidupan yang kekal yaitu kehidupan Allah sendiri.
Oleh karena itu; “Marilah kita kerjakan keselamatan kita dengan takut dan gentar”. Amin

Tema; Yesus telah mengubah hidup kita menjadi hidup baru
1.          Kita akan melihat, merasakan dan mengalami  Kerajaan Allah
2.          Kita akan menjadi penghuni Kerajaan Allah

Peran Dan Tantangan Gereja-Gereja Di Indonesia Dalam Pembangunan Nasional Di Era Globalisasi

oleh : Andreas A Yewangoe

I. Pertanyaan Mendasar
Pertanyaan mendasar yang bisa diajukan di sini adalah, benarkah gereja mempunyai peran dalam pembangunan nasional? Kalau pertanyaan ini dijawab dengan “ya”, maka dengan sendirinya pertanyaan kedua menyusul, apa tantangan-tantangan yang dihadapi? Tetapi sebelum semua pertanyaan-pertanyaan itu dijawab, ada baiknya juga kita bertanya, apakah memang ada yang disebut pembangunan nasional, lebih-lebih di era Orde Reformasi ini? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat penting dikemukan, guna kita menilai kembali apa yang telah dilakukan, bukan saja oleh gereja, tetapi juga oleh negara pada masa ini.

II. Sekilas Tentang Orde Baru.
Di era Orde Baru sangat jelas kita melihat adanya program-program pembangunan yang dikenal dengan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Orde Baru di bawah Suharto dengan jelas mengemukakan rencana-rencana ini sejak kekuasan dipegang tahun 1966. Tahapan-tahapan pembangunan lima tahunan juga dirumuskan melalui GBHN oleh MPR, sedangkan Pemerintah menjabarkannya lebih luas dan terinci. Pembangunan-pembangunan itu berjalan dengan baik, setidak-tidaknya secara fisik kita melihat hasil-hasilnya konkretnya. Begitu berhasilnya pembangunan itu sehingga dicanangkan apa yang disebut “Tinggal Landas’, yang mengasumsikan bahwa dalam satu waktu tertentu (sesudah 25 tahun pembangunan), Indonesia akan menyamai, dan/atau setidak-tidaknya mendekati negara-negara maju di dalam kemajuannya. Dengan demikian, kita tidak lagi dimasukkan dalam kelompok ”developing countries” tetapi sudah berada dalam “developed countries”. Kalau kita jujur, kita sesungguhnya sedang menuju ke sana. Kita bahkan dijuluki calon “Singa Asia” di bidang ekonomi.
Hakekat pembangunan nasional pada waktu itu adalah memerangi keterbelakangan dan kemiskinan bangsa. Bangsa ini harus diangkat dari berbagai keterpurukannya, dan diletakkan lagi pada posisinya sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, Negara Kesejahteraan. Sebagaimana kita ketahui Orde Lama, di bawah Sukarno telah mewariskan kepada kita keadaan kesulitan ekonomi yang parah. Bung Karno yang adalah pemimpin yang disegani di Asia bahkan di dunia, agaknya bukan seorang ekonom yang ulung. Atau mungkin lebih tepat, beliau belum melihat persoalan ekonomi sebagai yang mendesak. Beliau lebih mementingkan peranan Indonesia sebagai pelopor di bidang politik dunia yang bercita-cita menghapuskan neo-kolonialisme dan neo-imperialisme. Maka Bung Karno sangat sibuk menjalin apa yang disebut “Poros Pyong Yang-Peking-Jakarta (dan berbagai poros lainnya) yang ujung-ujungnya justru mengisolasi Indonesia dari dunia sekitarnya. Politik anti imperialisme dan anti kolonialisme Bung Karno, kendati sangat baik (dan memang benar!), namun cenderung menyebabkan negeri-negeri besar seperti Eropa dan Amerika Serikat memusuhi Indonesia. The New Emerging Forces (Nefos) harus berhadapan dengan The Old Established Forces (Oldefos), di mana pada akhirnya Nefos akan menang. Itulah tatanan dunia baru. Apa yang waktu itu disebut “Perang Dingin” cukup marak ikut menentukan posisi Indonesia di mata dunia. Kendati secara doktrinal dan teoritis Indonesia berada dalam negara-negara non blok, karena politik luar-negerinya yang bebas-aktif (bahkan juga ikut mendirikan Gerakan Non-Blok!), namun di dalam kenyataannya lebih berpihak kepada blok Timur (Sosialis). Kita masih ingat seruan garang Bung Karno kepada Amerika Serikat, ”To hell with your aid!” Ini adalah auman sangat berani pada waktu itu, dan sekaligus juga memupuk semangat nasionalisme yang tinggi. Tetapi akibatnya makin memperparah keadaan ekonomi kita. Bung Karno mencanangkan “politik berdikari” yang tidak cukup menolong membangkitkan ekonomi kita. Inflasi 660%. Uang seribu rupiah dipotong hanya menjadi satu rupiah.
Sementara itu juga ketegangan-ketegangan politik di dalam negeri sebagai akibat politik “jor-joran” di antara partai-partai politik marak. Kendati Bung Karno bertindak sebagai “rekonsiliator” dan “mediator” dengan ide Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis), sangat jelas bahwa kekuatan-kekuatan komunis mau menonjol sendiri, dengan berbagai “provokasi”nya. Desas-desus mengenai kesakitan Bung Karno yang serius, makin mengintensifkan persaingan-persaingan itu. Kalau Bung Karno sampai meninggal, demikian diasumsikan, maka “Penyeimbang Kekuasaan” tidak ada lagi. Akibatnya, kita telah tahu dari berbagai buku sejarah, kendati masih perlu buku sejarah ditulis ulang. Singkat ceritera, peristiwa G30S terjadi yang sekaligus merupakan pintu masuk bagi Orde Baru di bawah Suharto mengambil alih kekuasan. Dengan segera Orde ini mencanangkan “Repelita” sebagaimana telah disinggung tadi.

III. Gereja Dan Orde Baru
Bagaimanakah sikap gereja-gereja (khususnya yang tergabung di dalam PGI/DGI) dalam situasi yang baru ini? Tentu saja gereja-gereja tidak berdiam diri. Mereka juga mau ikut serta dalam berbagai kegiatan-kegiatan yang berkehendak membebaskan masyarakat dari keterbelakangan itu. Dalam Sidang Lengkap (belakangan menjadi Sidang Raya) VII DGI di Pematang Siantar pada tahun 1971, fokus perhatian diarahkan lepada partisipasi gereja-gereja di dalam pembangunan nasional. Gereja-gereja memahami tugasnya sebagai yang diutus Allah di dalam dunia Indonesia yang sedang membangun. Itulah sebabnya dengan sengaja tema Sidang Raya itu dirumuskan sebagai: “Diutus ke dalam dunia”, sedangkan subtemanya berbunyi: “Tugas Kita Dalam Masyarakat Indonesia Yang Sedang Membangun”. Dalam SR ini gereja-gereja menemukan bahwa sesungguhnya Injil adalah Berita Pembebasan, sebagaimana secara jelas dikatakan dalam Lukas 4:18-19: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan Tahun Rakhmat Tuhan telah datang.”
Atas dasar ini gereja-gereja secara aktif mengambil bahagian di dalam pembangunan sebagai upaya pembebasan orang dari berbagai keterbelakangan. Injil adalah berita pembebasan yang tidak boleh diabstraksikan dan dispiritualisasikan. Tentu saja itu tidak berarti bahwa pembangunan yang dilakukan negara identik dengan yang dilakukan gereja. Kepenuhan Kerajaan Allah tidak tergantung pada apakah negara melakukan pembangunan atau tidak. Tetapi semua pembangunan yang dilakukan negara mesti dinilai dari perspektif Kerajaan Allah, apakah sungguh-sungguh mencerminkan keadilan dan pembebasan. Dengan ini pula gereja-gereja di Indonesia mengubah paradigma kehadirannya dalam dunia. Kesalehan pietisme yang agaknya agak dominan di dalam gereja-gereja di Indonesia diubah. Gereja-gereja menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa mereka berpijak di atas bumi Indonesia. Maka nasib bangsa ini adalah pula nasibnya, dan pengharapan bangsa ini adalah pula pengharapannya. Dengan demikian, gereja juga memperlihatkan solidaritasnya dengan bangsa ini. Namun solidaritas itu selalu ditempatkan di bawah terang Kerajaan Allah.
Secara konkret dan praktis, DGI/PGI pada waktu itu membentuk “Departemen Partisipasi Dalam Pembangunan”. Di beberapa daerah/gereja dibangun “Rembug Dharma Cipta” (RDC) sebagai “Pilot Project” bagi pembangunan. Motivator-motivator dididik (di Cikembar) untuk memberi motivasi bagi jemaat-jemaat yang berpartisipasi dalam pembangunan. “Berikan pancing, bukan ikan”, demikian slogan waktu itu, “apabila anda mau melihat pembangunan yang berkelanjutan”. Tetapi juga ada penekanan kepada membangun manusia pembangun. Intinya adalah, janganlah kita terjebak dalam pembangunan material semata-mata yang cenderung membawa kepada konsumerisme, materialisme, hedonisme, dan seterusnya. Sebaliknya bangunlah manusia yang tegar dan tahan secara mental agar ia (mereka) sungguh-sungguh dapat memahami dan menghormati makna pembangunan itu.
Dengan bekal-bekal ini gereja-gereja diserukan untuk menerapkannya. Diakonia tidak sekadar difahami secara kharitatif, tetapi transformatif. Artinya, diakonia yang merupakan tugas gereja itu tidak hanya sekadar memberi perhatian kepada korban-korban pembangunan, tetapi juga berusaha agar jangan sampai terjadi korban-korban. Ini berarti mengarahkan perhatian terhadap struktur masyarakat yang ada, yang cenderung juga bersifat menindas. Tentu saja tugas seperti ini tidak ringan. Tidak semudah itu juga gereja-gereja melakukan tugasnya. Suara “nabi” gereja, kalaupun berani disampaikan tidak dengan gampangnya diterima. Apalagi kalau gereja takut menyampaikannya.



IV. Timbulnya Gerakan Reformasi
Apa yang antara lain ditakutkan gereja justru terjadi di dalam sejarah Indonesia. Pembangunan nasional yang mestinya membebaskan masyarakat dari berbagai kesulitannya justru telah menjadi alat Orde Baru untuk mempertahankan kekuasaan yang penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pembangunan juga makin lama makin menjadi sebuah ideologi: pembangunan demi pembangunan. Banyak orang berbicara tentang developmentalism, yang pada umumnya merupakan tipe di banyak negeri-negeri sedang berkembang. Slogan “Pembangunan Nasional Sebagai Pengamalan Pancasila” yang pada intinya menyerukan agar kembali kepada jiwa Pancasila di dalam melaksanakan pembangunan, yang diusulkan gereja dan kemudian diambil alih dalam GBHN justru tidak mampu mencegah masyarakat terjerumus ke dalam keterpurukan. Pencapaian-pencapaian pembangunan yang tadinya lumayan dihargai, justru menjadi keropos. Seakan-akan Indonesia telah membangun rumah di atas pasir. Keadaan ini kemudian dipicu oleh krisis moneter, yang semula terjadi di Thailand (krisis Bath) tetapi lalu meluas ke mana-mana sejak 1997. Kendati Pemerintah berkali-kali mengatakan bahwa fundamental ekonomi kita kuat, ternyata keropos. “Adegan” Presiden Suharto menandatangani kontrak baru dengan ditonton oleh Comdesus, fungsionaris IMF merupakan gambaran yang sangat tepat (dan sekaligus menyedihkan!) tentang ketidakmampuan kita menghadapi krisis itu. Kita seakan-akan dipermalukan di hadapan dunia internasional. Peristiwa-peristiwa inilah yang memicu berbagai unjuk rasa dipelopori mahasiswa menuntut Suharto turun. Maka pada 21 Mei 1998, Suharto menyatakan diri turun dan diganti oleh B.J.Habibie yang merupakan presiden transisi. Ia masih dianggap “clan” Suharto, kendati ketika kita membaca catatan-catatannya sekitar pengalihan kekuasaan itu nampak bahwa ia kurang disukai Suharto. Dalam masa pemerintahannya yang pendek itu Habibie telah berhasil melakukan Pemilu, yang sebelumnya didahului dengan kebebasan mendirikan partai-partai politik, kebebasan pers dan sebagainya. Pendeknya sebuah eforia reformasi.
Apakah itu berarti bahwa dengan sendirinya Indonesia dibawa ke era yang penuh pengharapan, masih belum jelas. Begitu banyaknya partai politik misalnya (sekarang sudah 34!) makin membingungkan rakyat. Tidak jelas benar di mana perbedaan antara partai yang satu dengan partai lainnya. Kebebasan menyatakan pendapat melalui unjukrasa, misalnya tidak jarang berubah menjadi perusakan dan pamer kekerasan. Kebebasan pers menjadi sangat bebas, sehingga ada yang mengatakan bahwa kebebasan pers di Indonesia hampir tidak punya batas lagi. Pendeknya laksana kuda liar yang baru lepas kendali. Dalam 10 tahun reformasi, kita sudah empat kali berganti presiden. SBY-JK yang dalam kampanyenya mempunyai slogan, “Bersama Kita Bisa”, sekarang diplesetkan menjadi “Bersama Kita Bisa Apa Ya?” Ini indikasi ketidakpuasan masyarakat atas berbagai kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Kendati angka-angka resmi mengindikasikan kemiskinan berkurang, tetapi di dalam kenyataannya makin banyak orang miskin. Jumlahnya bertambah, tetapi juga terlihat ekstrim. Ada orang miskin yang membunuh diri, dan sebagainya karena tidak bisa melihat perpspektif hidup lagi. Harga BBM naik, kendati dapat difahami karena harga minyak bumi memang naik di dunia, toh tetap menimbulkan persoalan-persoalan baru. Ia memicu harga-harga naik. BLT kendati kelihatannya menolong orang miskin, tetapi sesungguhnya menjerumuskan orang kepada ketergantungan jenis baru. PLN menggilir pemadaman listrik. Ini tidak main-main, sebab dengan demikian para investor akan segan berinvestasi. Bagaimana bisa bekerja kalau listrik tidak stabil? Keamanan dalam negeri sudah mulai baik, kendati baru-baru ini ditemukan lagi di Palembang sekian banyak bom yang siap ledak. Untunglah polisi dapat menggulung itu semua dan menangkap para pelakunya. Konon mereka mempunyai kaitan dengan Jamiah Islamiyah dan Al-Qaedah. Mengapa agama selalu dipakai sebagai alat pemicu kebencian kepada sesama? Itulah pertanyaan yang tidak mudah dijawab.
Dengan kenyataan-kenyataan ini, lalu orang bertanya inikah civil society yang kita kehendaki? Jangan lupa bahwa tujuan gerakan reformasi adalah mewujudkan sebuah masyarakat berkeadaban (civil society) di Indonesia. Ciri-ciri masyarakat itu antara lain, masyarakat menengahnya yang kuat, ada penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, taat kepada hukum yang berkeadilan, dewasa dalam bertindak, independen dalam berpikir, dan sebagainya. Kalau tidak ada toleransi misalnya terhadap mereka yang berpandangan lain, maka kita sedang berjalan mundur. Kita makin jauh dari civil society yang kita cita-citakan itu.

V. Gereja Dan Gerakan Reformasi
Tentu pertanyaannya adalah bagaimana sikap gereja terhadap gerakan reformasi? Jawabannya adalah, gereja mendukung. Tentu saja ada “blaming” (menyayangkan) terhadap gereja, bahwa gereja selalu terlambat dalam memberi respons. Tetapi tidak apa-apa. Lebih baik terlambat ketimbang tidak sama sekali. Sidang Raya XIV PGI (2004) dengan jelas merumuskan subtemanya sebagai, ”Bersama-sama Dengan Seluruh Elemen Bangsa Mewujudkan Masyarakat Sipil yang Kuat dan Demokratis Untuk Menegakkan Kebenaran, Hukum yang Berkeadilan, Serta Memelihara Perdamaian”. Dengan ini gereja-gereja bertekad untuk ikut serta di dalam membentuk masyarakat berkeadaban yang merupakan sebuah masyarakat baru Indonesia. Tetapi hal itu hanya dapat dilakukan bersama-sama dengan saudara-saudara lain sebangsa dan setanah air. Tidak bisa dilakukan hanya oleh gereja (dan orang Kristen) saja. Masyarakat berkeadaban itu adalah sebuah masyarakat yang kuat, tidak pertama-tama dalam arti fisik, tetapi dalam komitmennya untuk menerapkan demokrasi. Demokrasi yang dimaksud bukanlah sekadar mengandalkan jumlah (kalau mayoritas dengan sendirinya menang!), tetapi terutama nilai-nilai yang terkandung di dalammya. Adakah demokrasi itu mengandung penghormatan kepada hak-hak asasi manusia, mempunyai komitmen tinggi kepada penegakan hukum yang berkeadilan, dan mengupayakan agar selalu damai yang ada di dalam masyarakat? Kalau hanya sekadar ramai-ramai tidak tentu juntrungan, tentu bukan itulah tujuan civil society.
Apa yang dirumuskan itu dimaksudkan agar menjadi pedoman bagi gereja-gereja di dalam memasuki situasi baru ini. Kita mengharapkan bahwa setiap gereja telah menjabarkan semua yang dirumuskan oleh SR ini di dalam agenda gerejanya masing-masing. Kita menyadari bahwa pergumulan untuk mewujudkan masyarakat berkeadaban ini tidak mudah. Waktu dibutuhkan. Tidak bisa diforsir. Tidak bisa hanya secara instan.
Di dalam kenyataan sekarang ini, kita berhadapan dengan keadaan yang makin menjauhkan kita dari cita-cita civil society itu. Rencana pembangunan sebagaimana dikenal dalam rezim Orde Baru tidak ada lagi. Sebaliknya daerah-daerah, atas dasar UU Otonomi Daerah telah mempunyai rencana sendiri-sendiri, yang tidak jarang berbenturan dengan daerah lainnya. Demokrasi masih belum difahami dan dihayati dengan baik, seperti misalnya terjadi ketika seorang kandidat tidak mengakui kekalahannya. Masyarakat kita cenderung tidak sabar terhadap mereka yang berpendapat lain. Salah satu ciri masyarakat berkeadaban adalah kalau kita mampu berbeda pendapat. “Saya berbeda pendapat dengan anda, tetapi kalau ada yang tidak mengizinkan anda berbeda pendapat dengan saya, maka sayalah orang pertama yang membela hak anda,” demikian antara lain dikatakan oleh seorang arif bijaksana pada masa lampau. Belum lagi kita mengalami ancaman penyakit HIV/AIDS, narkoba dan seterusnya yang makin membuat kita cemas.


VI. Indonesia di Tengah-tengah Globalisasi
Dengan menyebutkan ancaman-ancaman tadi, maka secara tidak langsung kita telah menyentuh persoalan globalisasi. Kita sekarang sudah sangat biasa dengan istilah ini sehingga kita tidak sadar bahwa istilah ini pada mulanya dipopulerkan di kalangan para ahli ekonomi. Alan Rugman misalnya mendefenisikannya sebagai, “the activities of multinasional enterprises engaged in foreign direct investement and the development of business networks to create value across nasional borders.” Dari defenisi tersebut hal-hal berikut dicatat: 1. adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahan-perusahan bersifat multinasional; 2. kegiatan-kegiatan itu terikat dalam investasi di luarnegeri yang bersifat langsung; 3. kegiatan-kegiatan bisnis itu diikat dalam jejaring bisnis; 4. ada nilai-nilai yang diciptakan yang melampaui batas-batas negara. Karena kacamata yang dipakai di sini adalah kacamata ekonomi, maka banyak orang menilainya terlampau sempit. John Tomlison, seorang sosiolog berpendapat bahwa globalisasi mestilah dipandang secara multi-dimensional. Ia memahami globalisasi, “in terms of simultaneous, complex related process in the realms of economy, politics, culture, technology and soforth…” Anthony Giddens, seorang direktur dari London School of Economics berargumentasi bahwa dengan globalisasi relasi-relasi sosial tidak lagi bersifat lokal, tetapi meluas melampaui waktu dan ruang. “A common global capitalists culture is alleged to be spread by the power of multinational enterprises.” Terjadilah apa yang disebut “deterritorialization” kebudayaan sebagai akibat dari hibridasi kebudayaan. Maka menurut Giddens, “globalization is political, technical and cultural, as well as economic.”
Dengan sengaja saya menampilkan defenisi-defenisi tentang globalisasi di sini agar kita menyadari bahwa gejala ini telah menguasai umat manusia hingga sekarang dan difahami juga secara sangat luas. Memang ada yang mengatakan, bahwa apa yang disebut globalisasi bukanlah hal baru di dalam sejarah manusia. Bukankah ketika Columbus mengelilingi dunia, proses itu telah berlangsung? Benar, tetapi sekarang ini oleh majunya teknik komunikasi, proses itu makin dipercepat. SMS yang dikirim melalaui HP telah bisa mencapai seluruh dunia hanya dalam tempo beberapa detik. Beberapa waktu lalu kita semua menonton pertandingan piala Eropa dalam waktu bersamaan., kendati jam berbeda. Pendeknya segala sesuatu telah mengglobal. Banyak hal positif dari globalisasi itu. Tetapi tidak kurang juga hal-hal negatif. Terorisme misalnya sudah sangat mengglobal berkat komunikasi yang maju itu. Bahkan solidaritas di antara para teroris dapat dipupuk dan disuburkan melalui proses itu.
Menghadapi proses ini, maka apa yang terjadi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari apa yang terjadi di bagian dunia lain. Indonesia hanyalah merupakan salah satu titik di dalam ribuan titik-titik lainnya di dalam proses globalisasi.
Bagaimana dengan gereja-gereja? Dari semula gereja-gereja telah berbicara tentang oikoumene. Ini berasal dari dua patah kata Yunani, oikos=rumah; dan menein=mendiami. Jadi oikoumene berarti kita sebagai umat manusia mendiami rumah yang sama yaitu yang disebut bumi. Itu berarti kita semua bertanggungjawab agar bumi kita ini menjadi bumi yang layak didiami. Maka gerakan oikoumene adalah gerakan bersama dengan seluruh umat manusia agar bumi kita layak didiami. Oikoumene juga, dengan demikian merupakan koreksi terhadap proses globalisasi yang tidak terkendali.
Selama dalam dunia ini masih terdapat kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin, masih diprakekkaannya secara luas ketidakadilan, tidak ditegakkannya hukum yang berkeadilan, tidak dihormatinya hak-hak asasi manusia, dan seterusnya, maka selama itu juga bumi adalah bumi yang belum layak didiami. Kita, dengan demikian harus bersama-sama memperjuangkan agar bumi layak didiami. Di sinilah kita melihat bahwa tugas dan tanggungjawab gereja tidak bisa dihindari dan diingkari.

VII. Jadi Adakah Peranan Gereja?
Dari uraian-uraian tadi sangat jelas bahwa peran gereja ada. Namun sangat tergantung dari kesadaran gereja sendiri apakah ia menyadari bahwa ia mempunyai peranan, dan bagaimana peranan itu dijalani. Kalau gereja diam saja, maka ia tidak menyadari perannya. Gereja semacam ini akan menjadi gereja introvert yang hanya berorientasi kepada dirinya sendiri. Dalam perkembangan yang begitu cepat dewasa ini, gereja seperti ini lambat atau cepat akan hilang. Maka tantangan yang dihadapi gereja adalah bagaimana ia mampu dan peka untuk membaca berbagai perkembangan-perkembangan di dalam masyarakatnya. Tanpa kemampuan ini gereja menjadi lumpuh dan tidak berdaya. “Ia seperti garam yang menjadi tawar dan karena itu dibuang dan dipijak-pijak orang” (Mt.5:13).

_____________
*) Disampaikan Dalam Seminar Memperingati 4 Tahun Tertembaknya Pdt Susianti Tinulele S.Th. oleh GKST di Palu-Sulawesi Tengah.
**) Ketua Umum PGI.

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Popular Posts

Kategori

Pengikut