Rabu, 23 November 2011

Bandingkan Balok dengan Selumbar, atau Pimpinlah Dirimu Terlebih Dahulu

"Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan
balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau
dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar
itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang
munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan
melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata
saudaramu." (Matius 7:3-5).

Jika Anda mencermati kutipan di atas, apakah para pemimpin Anda atau
orang-orang yang pernah bekerja sama dengan Anda sudah melaksanakan
hal tersebut? Apakah Anda pernah mengenal beberapa orang munafik
yang menjengkelkan? Hal ini tampaknya sudah menjadi reaksi umum.
Namun mungkin pertanyaan yang lebih penting adalah: apakah Anda
sendiri adalah salah seorang yang membutuhkan nasihat seperti yang
ditawarkan pada kutipan di atas? Jika tidak, kemungkinan besar
kutipan tersebut akan sangat bermanfaat bagi Anda.
 Mari kita merenungkan sejenak. Apakah Anda ingin menjadi pemimpin
yang efektif? Apakah Anda ingin memiliki dampak yang signifikan dan
positif terhadap orang lain, baik pada masa kini, maupun masa
mendatang? Yesus memberikan beberapa sarana yang ampuh untuk
mencapai hal tersebut. Salah satu kunci pelajaran yang

dianjurkan-Nya jika Anda ingin memimpin orang lain adalah: apa yang
pertama kali harus Anda lakukan? Apakah dengan menyampaikan lebih
banyak perintah sehingga Anda memperoleh apa yang Anda ingin orang
lain lakukan? Bukan, bukan itu. Apakah dengan menggunakan karisma
Anda sehingga dapat membuat orang lain melakukan segala sesuatu
sesuai keinginan Anda? Juga tidak demikian. Apakah dengan
mengembangkan kemampuan untuk mengidentifikasi apa yang diinginkan
orang-orang dan kemudian memberikannya sebagai suatu insentif
agar mereka patuh terhadap keinginan Anda? Tidak, bukan hal itu
juga. Apakah dengan belajar untuk mengungkapkan kekurangan orang
lain serta mencaci-maki mereka atas kesalahan yang mereka lakukan
sehingga mereka melaksanakan apa yang Anda inginkan? Tidak, tidak,
tidak! Semua anjuran itu bisa saja memungkinkan Anda untuk
memengaruhi orang lain, paling tidak untuk jangka pendek, namun
semua itu tidak akan menjadi sebuah landasan yang kuat untuk
kepemimpinan yang efektif. Langkah pertama, seperti yang dikatakan
Yesus adalah: "Bercerminlah".

Biasanya, ketika kita berpikir tentang kepemimpinan, maka kita akan
mengarahkan pikiran kita pada satu orang tertentu (sang pemimpin)
yang memengaruhi orang-orang lainnya (para pengikut). Ketika kita
berada dalam posisi memimpin, biasanya kita langsung berpikir bahwa
pekerjaan kita adalah menyampaikan kepada pihak lain mengenai apa
yang harus mereka lakukan. Hal itu memang benar karena para pemimpin
diharapkan dapat mengevaluasi bawahannya dan mengatakan kepada
mereka bagaimana mereka harus berubah dan melakukan perbaikan,
hingga pada akhirnya mereka diharapkan akan melakukan semua hal yang
diperintahkan. Sebaliknya, ajaran Yesus menyampaikan sebuah
pandangan yang berbeda tentang bagaimana seharusnya pendekatan kita
terhadap subjek kepemimpinan. Terlebih dahulu kita ditantang untuk
mencermati dan memperbaiki diri kita sendiri sebelum memimpin orang
lain. Pelajaran ini sangat sulit diterapkan. Kita sering tergoda
untuk mengabaikan langkah ini. Biasanya, setelah kita menunjukkan
semua permasalahan yang dimiliki orang lain dan memberikan jalan
keluarnya, kemudian kita mengarahkan dan memberikan perintah kepada
orang lain sesuai dengan keinginan kita, dan semua hal itu membuat
kita puas. Selanjutnya, kita akan merasa begitu kompeten,
tersanjung, dan bahkan bersikap superior.

"Keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat
dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu."
Ungkapan ini memperlihatkan kenyataan bahwa sering kali kita melihat
kekurangan orang lain, dan kita merasa kita memiliki jalan keluar
terhadap semua permasalahan mereka, yang mengharuskan kita untuk
mengarahkan mereka sesuai dengan solusi yang kita ajukan. Hal ini
merupakan suatu masalah tersendiri yang bisa menjadi balok yang
dapat membutakan kita terhadap kekurangan kita sendiri. Yesus
menunjukkan bahwa jika kita berfokus terhadap selumbar di mata orang
lain yang relatif kecil, maka kita menganggap bahwa kitalah yang
seharusnya mengarahkan dan mengendalikan orang lain. Jika kita
berbuat demikian, kita akan mengabaikan balok besar yang ada di mata
kita; kita tidak merasa tersentuh untuk menggali kelemahan dan
kekurangan kita sendiri. Kita sungguh tidak mampu melihat apa
kekurangan kita karena kita sudah terpuaskan oleh kekuasaan atas
orang lain; kita menjadi lupa akan apa pun kekurangan dan
kesemrawutan yang ada di dalam diri kita. Maka, lakukanlah mawas
diri secara saksama dengan keinginan tulus untuk mencari berbagai
cara memperbaiki diri kita sendiri sehingga dapat membentuk landasan
yang kuat bagi sebuah kepemimpinan yang efektif. Jika kita tidak
berniat untuk secara jujur melaksanakan proses mawas diri dan
perbaikan ini, maka kita akan makin tersesat.

Semua ini tidak berarti kita dilarang untuk memengaruhi dan memimpin
orang lain. Sebaliknya, menampilkan suatu kepemimpinan yang
konstruktif, efektif, dan beretika merupakan bagian terbesar dari
sikap melayani yang dapat kita lakukan. Namun, kepemimpinan terhadap
orang lain harus datang dari suatu apresiasi yang jujur dari
kelemahan kita sendiri dan dari sikap kerendahan hati yang wajar
serta suatu pemahaman praktis bahwa setiap orang berusaha untuk
menjalani kehidupan di dunia ini dengan benar. Yesus menunjukkan
suatu kepemimpinan yang ramah dan memahami nilai yang dianut setiap
orang. Yesus juga melaksanakan hal tersebut dengan cara yang penuh
perhatian dan berkomitmen terhadap semua orang yang dipimpinnya.
Juga harus dipahami bahwa semua orang merupakan pemimpin terhadap
dirinya sendiri ketika kepemimpinan itu dilaksanakan pada taraf
spiritual yang lebih tinggi.

Saya melihat bahwa perjuangan pribadi yang mengarahkan dan
memotivasikan diri kita sendiri secara konstruktif harus berasal
dari hati nurani untuk mendapatkan suatu kehidupan yang lengkap dan
memuaskan. Dalam konsultasi dan pengembangan eksekutif yang saya
berikan, saya menyadari bahwa hasil yang dicapai akan lebih baik
manakala saya mengurangi usaha untuk mengarahkan dan "memimpin".
Biasanya, hasil terbaik yang dapat saya capai berasal dari
mendengarkan secara tulus dan membantu klien saya untuk menentukan
sendiri apa yang terbaik bagi mereka, yaitu membantu dan mendorong
mereka untuk memecahkan masalah mereka sendiri. Ketika saya mencoba
bersikap bijaksana dan menunjukkan keahlian serta memaksakan seluruh
konsep, gagasan, dan pengetahuan yang saya miliki, maka hal itu akan
mengganggu kemampuan klien saya dalam mengenali diri mereka sendiri.
Akibatnya menjadi buruk, saya kehilangan pegangan dan menjadi ragu
terhadap pendapat dan pengamatan saya secara menyeluruh.

Saya mempelajari bahwa banyak konsultan terbaik adalah mereka yang
mampu mengenali keterbatasan pengetahuan mereka, sehingga perlu
terus belajar dan menyempurnakan diri mereka. Lebih dari itu semua,
ahli yang sesungguhnya adalah para klien itu sendiri dengan berbagai
permasalahan mereka dalam hidup kesehariannya. Cara terbaik bagi
konsultan untuk mengalihkan atau menetralisasi semaksimal mungkin
balok di mata yang tidak disadari para klien adalah dengan membantu
mereka menyisihkan selumbar kecil yang menghalangi pemecahan masalah
tersembunyi mereka sendiri. Saya percaya bahwa prinsip yang sama
dapat diterapkan pada hampir semua pihak yang memimpin atau membantu
orang lain: bersikaplah rendah hati dan mengasumsikan bahwa
kebanyakan orang mengabaikan lebih banyak persoalan mereka sendiri
dibandingkan yang Anda lakukan.

Dengan menjadi lebih efektif dalam kepemimpinan Anda, kita tidak
hanya memperoleh wawasan yang lebih luas dan empati bagi orang lain
yang juga berjuang untuk membuat berbagai pilihan terbaik dan juga
memperbaiki diri mereka sendiri, tetapi kita juga membentuk sebuah
model yang berpusat pada kepemimpinan. Menjadi model kepemimpinan
seperti ini tidak berarti kita menginginkan agar orang lain meniru
dan bersikap seperti kita. Sebaliknya, kita dapat menjadi contoh
bagaimana kita melayani seseorang yang telah tulus berusaha menjadi
pribadi yang efektif dan telah menemukan caranya sendiri. Hasilnya,
kita akan berada di dalam posisi yang lebih baik untuk membantu
orang-orang lain untuk menemukan cara yang terbaik bagi mereka. Pada
saat saya menyelesaikan suatu program pelatihan atau proyek
konsultasi, seorang klien mengatakan kepada saya, "Anda sungguh
mempraktikkan apa yang Anda khotbahkan. Anda membawa kami untuk
memecahkan masalah kami sendiri." Bagi saya hal tersebut adalah
sanjungan tertinggi yang pernah saya terima sebagai seorang
konsultan.

Pelajaran tentang kepemimpinan yang paling berharga adalah ketika
Yesus mengajarkan kita bahwa jika kita tidak mengambil langkah
penting untuk bercermin dan terlebih dahulu menelaah dan memimpin
diri kita sendiri, maka kita akan menjadi buta karena kelemahan ini.
Tentunya hal ini sama sukarnya dengan memiliki balok di mata kita
sehingga kita tidak dapat melihat orang lain dengan jelas.
Pertama-tama, kita harus menyingkirkan balok, bertindak benar,
menjadi teladan, dan menjadi sumber pedoman bagi orang lain.

Prasyarat utama untuk memimpin memiliki kesamaan dengan prasyarat
utama untuk memberikan CPR (bantuan pernapasan buatan). Sebelum kita
mulai menyadarkan orang lain melalui pernapasan buatan, kita harus
hidup, sadar, dan menarik napas terlebih dahulu. Kita hidup dan kita
memberikan pernapasan buatan sama dengan kita memimpin diri kita
sendiri dan kita memimpin orang lain. Banyak orang percaya bahwa
kepemimpinan hanya sebatas pada proses memengaruhi dari luar saja
yang menuntut para pemimpin untuk memimpin, dan para pengikut harus
mengikutinya; mereka percaya bahwa kepemimpinan bukanlah sesuatu
yang dapat kita lakukan untuk diri kita sendiri. Sebaliknya, yang
paling inti dari proses kepemimpinan adalah: para pemimpin dan
pengikut adalah satu dan sama; kita dapat dan mampu memimpin diri
kita sendiri. Memimpin diri sendiri sama dengan bernapas. Jika tidak
melakukan hal tersebut seorang pemimpin perlu refleksi serius
tentang makna kepemimpinan yang sesungguhnya.

Hal itu membawa kita kembali kepada ajaran Yesus mengenai balok dan
selumbar di mata. Bagaimana seseorang dapat memimpin orang lain
secara efektif jika kenyataannya mereka tidak menggunakan kesempatan
dan tidak memiliki semangat hidup, serta justru menolak untuk
berusaha terlebih dahulu memimpin diri mereka sendiri secara
positif dan konstruktif? Menurut Yesus, mereka tidak akan mampu
melakukannya. Melakukan semacam itu berarti berusaha melakukan
sesuatu tanpa menarik napas terlebih dahulu.

Diambil dan disunting dari:
Judul buku: The Leadership Wisdom of Jesus
Penulis: Charles C. Manz
Penerjemah: Rere Johanes
Penerbit: PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta 2004
Halaman: 9 -- 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Popular Posts

Kategori

Pengikut