Menurut Penelitian WHO/UNEP Polusi udara perkotaan diperkirakan memberi
kontribusi bagi 800.000 kematian tiap tahun. Saat ini banyak negara
berkembang menghadapi masalah polusi udara yang jauh lebih serius dibandingkan
negara maju. Contoh klasik pengaruh polusi udara terhadap kesehatan dapat
dilihat pada kota-kota di negara maju seperti Meuse Valley, Belgia tahun 1930;
Donora, Pennsylvania tahun 1948; dan London, Inggris tahun 1952; di mana
terjadi peningkatan angka kematian (mortalitas) dan kesakitan (morbiditas)
akibat polusi udara yang berakibat pada penurunan produktivitas dan peningkatan
pembiayaan kesehatan. Oleh sebab itu polusi udara juga merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang cukup penting.
Di Indonesia, kendaraan bermotor merupakan sumber
utama polusi udara di perkotaan. Menurut World Bank, dalam kurun waktu 6 tahun
sejak 1995 hingga 2001 terdapat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di
Indonesia sebesar hampir 100%. Sebagian besar kendaraan bermotor itu
menghasilkan emisi gas buang yang buruk, baik akibat perawatan yang kurang
memadai ataupun dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas kurang baik (misal:
kadar timbal/Pb yang tinggi) . World Bank juga menempatkan Jakarta menjadi
salah satu kota dengan kadar polutan/partikulat tertinggi setelah Beijing, New
Delhi dan Mexico City. Polusi udara yang terjadi sangat berpotensi menggangu
kesehatan. Menurut perhitungan kasar dari World Bank tahun 1994 dengan
mengambil contoh kasus kota Jakarta, jika konsentrasi partikulat (PM) dapat diturunkan
sesuai standar WHO, diperkirakan akan terjadi penurunan tiap tahunnya:
1400 kasus kematian bayi prematur; 2000 kasus rawat di RS, 49.000 kunjungan ke
gawat darurat; 600.000 serangan asma; 124.000 kasus bronchitis pada anak;
31 juta gejala penyakit saluran pernapasan serta peningkatan efisiensi 7.6 juta
hari kerja yang hilang akibat penyakit saluran pernapasan - suatu jumlah yang
sangat signifikan dari sudut pandang kesehatan masyarakat. Dari sisi ekonomi
pembiayaan kesehatan (health cost) akibat polusi udara di Jakarta
diperkirakan mencapai hampir 220 juta dolar pada tahun 1999.
2.
Polusi Udara
Polusi udara berasal dari berbagai sumber, dengan
hasil pembakaran bahan bakar fosil merupakan sumber utama. Contoh sederhana
adalah pembakaran mesin diesel yang dapat menghasilkan partikulat (PM),
nitrogen oksida, dan precursor ozon yang semuanya merupakan polutan
berbahaya. Polutan yang ada diudara dapat
berupa gas (misal SO2, NOx, CO, Volatile Organic
Compounds) ataupun partikulat. Polutan
berupa partikulat tersuspensi, disebut juga PM (Particulate Matter)
merupakan salah satu komponen penting terkait dengan pengaruhnya terhadap
kesehatan. PM dapat diklasifikasikan menjadi 3; yaitu coarse PM (PM
kasar atau PM2,5-10) berukuran 2,5-10 μm, bersumber dari abrasi
tanah, debu jalan (debu dari ban atau kampas rem), ataupun akibat agregasi
partikel sisa pembakaran. Partikel seukuran ini dapat masuk dan terdeposit di
saluran pernapasan utama pada paru (trakheobronkial); sedangkan fine PM
(<2,5 μm) dan ultrafine (<0,1 μm) berasal dari pembakaran bahan
bakar fosil dan dapat dengan mudah terdeposit dalam unit terkecil saluran napas
(alveoli) bahkan dapat masuk ke sirkulasi darah sistemik. Klasifikasi berdasar
ukuran ini juga terkait dengan akibat buruk partikel tersebut terhadap
kesehatan sehingga WHO dan juga US Environmental Protection Agency menetapkan
standar PM dan polutan lain untuk digunakan sebagai dasar referensi (Tabel
1).
Tabel 1. Standar polutan udara menurut EPA
Pollutan
Waktu
|
PM10
(μg/m3) 150
(/24jam)
50 (/tahun)
PM2,5
(μg/m3)
65 (/24
jam)
15 (/tahun)
Ozone
(ppm)
0.12
(/1jam)
0.08 (/8 jam)
NO2
(ppm)
0.053
(/tahun)
SO2
(ppm) 0.14
(/24 jam)
0.03 (/tahun)
|
3. Mekanisme terjadinya
gangguan kesehatan akibat polusi udara secara umum
Efek yang ditimbulkan oleh polutan
tergantung dari besarnya pajanan (terkait dosis/kadarnya di udara dan
lama/waktu pajanan) dan juga faktor kerentanan host (individu) yang
bersangkutan (misal: efek buruk lebih mudah terjadi pada anak, individu
pengidap penyakit jantung-pembuluh darah dan pernapasan, serta penderita
diabetes melitus). Pajanan polutan udara dapat mengenai bagian tubuh
manapun, dan tidak terbatas pada inhalasi ke saluran pernapasan saja. Sebagai
contoh, pengaruh polutan udara juga dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan
mata. Namun demikian, sebagian besar penelitian polusi udara terfokus pada efek
akibat inhalasi/terhirup melalui saluran pernapasan mengingat saluran napas
merupakan pintu utama masuknya polutan udara kedalam tubuh. Selain faktor zat
aktif yang dibawa oleh polutan tersebut, ukuran polutan juga menentukan lokasi
anatomis terjadinya deposit polutan dan juga efeknya terhadap jaringan sekitar.
Fine PM (<1 μm) dapat dengan mudah terserap masuk ke pembuluh darah
sistemik. Indikator akibat pajanan jangka pendek dan jangka panjang polutan
terhadap kesehatan dapat dilihat pada Tabel 2.
Berikut ini beberapa mekanisme biologis bagaimana
polutan udara mencetuskan gejala penyakit:
- Timbulnya reaksi radang/inflamasi pada paru, misalnya akibat PM atau ozon.
- Terbentuknya radikal bebas/stres oksidatif, misalnya PAH(polyaromatic hydrocarbons).
- Modifikasi ikatan kovalen terhadap protein penting intraselular seperti enzim-enzim yang bekerja dalam tubuh.
- Komponen biologis yang menginduksi inflamasi/peradangan dan gangguan system imunitas tubuh, misalnya golongan glukan dan endotoksin.
- Stimulasi sistem saraf otonom dan nosioreseptor yang mengatur kerja jantung dan saluran napas.
- Efek adjuvant (tidak secara langsung mengaktifkan sistem imun) terhadap sistem imunitas tubuh, misalnya logam golongan transisi dan DEP/diesel exhaust particulate.
- Efek procoagulant yang dapat menggangu sirkulasi darah dan memudahkan penyebaran polutan ke seluruh tubuh, misalnya ultrafine PM.
- Menurunkan sistem pertahanan tubuh normal (misal: dengan menekan fungsi alveolar makrofag pada paru).
Tabel 2. Pengaruh polusi udara terhadap kesehatan jangka pendek dan jangka
panjang
Pajanan jangka pendek
|
- Perawatan
di rumah sakit, kunjungan ke Unit Gawat Darurat atau kunjungan rutin dokter,
akibat penyakit yang terkait dengan respirasi (pernapasan) dan
kardiovaskular.
- Berkurangnya
aktivitas harian akibat sakit
- Jumlah
absensi (pekerjaan ataupun sekolah)
- Gejala
akut (batuk, sesak, infeksi saluran pernapasan)
- Perubahan
fisiologis (seperti fungsi paru dan tekanan darah)
|
Pajanan jangka panjang
|
- Kematian
akibat penyakit respirasi/pernapasan dan kardiovaskular
- Meningkatnya
Insiden dan prevalensi penyakit paru kronik (asma, penyakit paru osbtruktif
kronis)
- Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan janin
- Kanker
|
Sumber: WHO dan ATS (American Thoracic Society) 2005
4. Polutan
udara spesifik yang banyak berpengaruh terhadap kesehatan
4.1. Particulate Matter (PM)
Penelitian epidemiologis pada manusia dan model pada hewan menunjukan PM10
(termasuk di dalamnya partikulat yang berasal dari diesel/DEP) memiliki potensi
besar merusak jaringan tubuh. Data epidemiologis menunjukan peningkatan
kematian serta eksaserbasi/serangan yang membutuhkan perawatan
rumah sakit tidak hanya pada penderita penyakit paru (asma, penyakit paru
obstruktif kronis, pneumonia), namun juga pada pasien dengan penyakit kardiovaskular/jantung
dan diabetes. Anak-anak dan orang tua sangat rentan terhadap pengaruh
partikulat/polutan ini, sehingga pada daerah dengan kepadatan lalu
lintas/polusi udara yang tinggi biasanya morbiditas penyakit pernapasan (pada
anak dan lanjut usia) dan penyakit jantung/kardiovaskular (pada lansia)
meningkat signifikan. Penelitian lanjutan pada hewan menunjukan bahwa PM
dapat memicu inflamasi paru dan sistemik serta menimbulkan kerusakan pada
endotel pembuluh darah (vascular endothelial dysfunction) yang memicu
proses atheroskelosis dan infark miokard/serangan jantung koroner. Pajanan
lebih besar dalam jangka panjang juga dapat memicu terbentuknya kanker (paru
ataupun leukemia) dan kematian pada janin. Penelitian terbaru dengan follow
up hampir 11 tahun menunjukan bahwa pajanan polutan (termasuk PM10)
juga dapat mengurangi fungsi paru bahkan pada populasi normal di mana belum
terjadi gejala pernapasan yang mengganggu aktivitas.
4.2. Ozon
Ozon merupakan oksidan fotokimia penting dalam trofosfer. Terbentuk akibat
reaksi fotokimia dengan bantuan polutan lain seperti NOx, dan Volatile
organic compounds. Pajanan jangka pendek/akut dapat menginduksi
inflamasi/peradangan pada paru dan menggangu fungsi pertahanan paru dan
kardiovaskular. Pajanan jangka panjang dapat menginduksi terjadinya asma,
bahkan fibrosis paru. Penelitian epidemiologis pada manusia menunjukan pajanan
ozon yang tinggi dapat meningkatkan jumlah eksaserbasi/serangan asma.
4.3. NOx dan SOx
NOx dan SOx merupakan co-pollutants yang juga cukup penting.
Terbentuk salah satunya dari pembakaran yang kurang sempurna bahan bakar fosil.
Penelitian epidemologi menunjukan pajanan NO2,SO2 dan CO
meningkatkan kematian/mortalitas akibat penyakit kardio-pulmoner (jantung dan
paru) serta meningkatkan angka perawatan rumah sakit akibat penyakit-penyakit
tersebut.
5. Penutup
Polusi udara dan dampaknya terhadap
kesehatan merupakan masalah nyata terkait dengan urbanisasi/pembangunan.
Untuk mengurangi pengaruh polusi udara tergadap kesehatan, pengurangan sumber
polutan sudah pasti harus merupakan target utama jangka panjang baik dengan
pemanfaatan teknologi maupun regulasi pemerintah. Namun demikian,
untuk jangka pendek, mengurangi pajanan individual merupakan salah
satu cara yang cost-effective. Pengurangan pajanan secara makro dapat
dilakukan misalnya dengan pemberlakuan zona khusus kendaraan bermotor
ataupun penentuan lokalisasi industri. Secara mikro misalnya dengan memperbaiki
ventilasi/sirkulasi udara di tempat tinggal/kerja ataupun memberikan
pendidikan/informasi bagi populasi yang rentan agar mengurangi pajanan tersebut
serta meningkatkan daya tahan tubuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar